JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono meminta pemerintah terbuka dan jujur mengenai kondisi pandemi virus corona atau Covid-19 di Indonesia.
Sebab, kata dia, saat ini masih banyak masyarakat yang tidak memahami risiko penularan Covid-19.
"Jangan takut masyarakat panik atau enggak, masyarakat itu enggak panik, masyarakat itu hanya butuh penjelasan yang jernih dan jujur," kata Pandu pada Kompas.com, Senin (13/7/2020).
Pandu mengatakan, saat ini perilaku penerapan protokol kesehatan di masyarakat sangat rendah.
Baca juga: Wali Kota Tangerang: Pelanggaran PSBB Semakin Banyak
Semua itu, lanjut dia, terjadi karena masyarakat merasa tidak lagi memiliki risiko Covid-19.
"Karena mereka (masyarakat) merasa tidak berisiko. Karena enggak tau kenapa mereka harus menggunakan masker, dia enggak tahu bahwa risiko penularan masih tinggi," ujarnya.
Ia juga menyarankan pemerintah segera memperbaiki kesalahan penggunaan diksi new normal dan cara berkomunikasi dengan masyarakat di masa pandemi virus corona atau Covid-19.
"Kalau memang sudah mengakui salah ya kemudian apa yang harus dilakukan, perbaiki," ungkapnya.
Baca juga: Ini 7 Provinsi yang Jadi Perhatian Presiden dalam Penanganan Covid-19
Menurut Pandu, kekurangan pemerintah bukan hanya dalam menyusun diksi terkait new normal tetapi juga menjalin komunikasi dengan masyarakat.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar dilakukan perbaikan komunikasi terkait risiko Covid-19 serta penting memperbaiki cara penyebaran informasi risiko dan berbagai macam pencegahannya.
"Diperbaiki dengan tadi meningkatkan komunikasi untuk perubahan perilaku pada penduduk," ujarnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto mengatakan, istilah new normal yang sering digunakan selama pandemi ini adalah diksi yang salah.
Baca juga: Anggaran Penanganan Covid-19 Kini Rp 695,2 Triliun, Ini Penjelasan Wapres
Yuri mengatakan, sebaiknya new normal diganti dengan kebiasaan baru.
"Diksi new normal dari awal diksi itu segera ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adptasi kebiasaan baru," kata Yurianto, Jumat (10/7/2020).
Yuri menjelaskan, istilah new normal yang sering digaungkan pemerintah belum cukup dipahami masyarakat.
Ia menilai, masyarakat hanya fokus pada kata "normal"-nya saja.
"Diksi new normal dari awal diksi itu segera ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adptasi kebiasaan baru," kata Yurianto dalam acara Peluncuran Buku "Menghadang Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi" karya Saleh Daulay secara virtual, Jumat (10/7/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.