Menurut Muhadjir, istilah dalam buku tersebut merupakan cara mengajari bagaimana mengambil keuntungan ketika orang lain kesusahan.
"Itu kan dia memberi contoh bagaimana memanfaatkan momen-momen ekonomi krisis tapi dia dapat keuntungan besar," kata dia.
"Kalau itu digunakan jadi dasar mengajari kita, ya kacau. Jadi harus hati-hati. Kalau istilah untuk gagah-gagahan boleh, tapi jangan sampai makna dan semangat di dalam istilah itu kita gunakan," kata dia.
Selain itu, dalam undang-undang mengenai kebencanaan, tidak ada istilah new normal. Adapun, istilah yang digunakan adalah rehabilitasi dan rekonstruksi.
Baca juga: KSP Sebut 4 Bidang Ini Harus Dipastikan Berpihak pada Difabel Saat New Normal
Kendati sempat digaungkan, Yuri mengatakan, istilah new normal belum cukup dipahami oleh masyarakat.
Hal itu disebabkan masyarakat hanya fokus pada kata "normal"-nya saja. Sehingga, hal itulah yang kemudian menjadi alasan pemerintah untuk merevisi istilah tersebut menjadi adaptasi kebiasaan baru.
"Dan kemudian yang dikedepankan bukan new-nya, tapi normal-nya. Padahal ini sudah kita perbaiki dengan adaptasi kebiasaan baru," kata dia.
Hal senada juga disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sriphastuti. Menurut dia, masyarakat sulit memahami konsep new normal karena adanya unsur bahasa asing.
"Pemahaman menggunakan 'new normal' sendiri, karena ada unsur bahasa asingnya, kemudian tidak mudah dipahami," kata Brian dalam diskusi Polemik bertema " Covid-19 dan Ketidaknormalan Baru" di MNC Trijaya, Sabtu (11/7/2020).
Baca juga: Tenaga Ahli KSP: Ada Unsur Bahasa Asing, New Normal Tidak Mudah Dipahami
Padahal, ia mengatakan, new normal seharusnya dipahami dalam satu tarikan yang utuh yaitu beradaptasi pada situasi pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat di dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
"Jadi yang ditonjolkan bukan situasinya, tapi perilaku kita yang harus disesuaikan dengan situasi yang terjadi," kata Brian.
"Perilaku yang bisa membatasi atau menghindari transimisi persebaran lebih lanjut dari orang ke orang supaya tidak terinfeksi atau terpapar virus ini," ujar dia.
Baca juga: Jubir Pemerintah Akui Diksi New Normal Salah, Ganti dengan Adaptasi Kebiasaan Baru
Hingga Minggu (12/7/2020), Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat terdapat 75.699 orang yang telah dinyatakan positif Covid-19 sejak 2 Maret 2020.
Dari jumlah tersebut, 35.638 pasien telah dinyatakan sembuh setelah dua kali dinyatakan negatif Covid-19.
Adapun jumlah pasien meninggal dunia bertambah 71 orang, sehingga total mencapai 3.606 orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.