JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tidak larut dalam keberhasilan mengekstradisi tersangka pembobol Bank BNI, Maria Lumowa, yang telah buron selama 17 tahun.
Peneliti ICW Kurnia Ramadahana mengingatkan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan Kemenkumham dalam memburu para buron.
"ICW meminta agar Kemenkumham tidak larut dalam glorifikasi atas keberhasilan mengekstradisi tersangka Maria Pauline Lumowa. Sebab, beberapa waktu lalu, potret penegakan hukum yang terkait dengan otoritas Imigrasi banyak menuai persoalan," kata Kurnia, Sabtu (11/7/2020).
Kurnia melanjutkan, pihak Ditjen Imigrasi telah dua kali kebobolan ketika tidak dapat mendeteksi kedatangan eks Caleg PDI-P Harun Masiku dan terpidana kasus Bank Bali Djoko Tjandra.
Baca juga: Polri Sita Aset Maria Pauline Lumowa Senilai Rp 132 Miliar
ICW mencatat, selama 20 tahun terakhir, setidaknya terdapat 40 buronan yang belum ditangkap penegak hukum dan mayoritas buronan tersebut berada di luar negeri.
Menurut Kurnia, sebagai pemegang kewenangan otoritas pusat atau central authority, Kemenkumham mesti bertindak proaktif sebagai koordinator dan katalisator pelaksanaan ekstradisi.
"Kemenkumham mesti aktif dalam melacak keberadaan buronan-buronan tersebut sembari mengupayakan jalur formal melalui mutual legal assistance atau pun perjanjian ekstradisi antar negara," kata Kurnia.
Di luar itu, lanjut Kurnia, pendekatan nonformal juga mesti ditempuh dengan menjaga hubungan baik antara Pemerintah Indonesia dengan negara lain.
"Kemenkumham memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari sekadar menunggu koruptor kembali ke Indonesia, atau menunggu kabar dari negara tujuan pelarian/persembunyian koruptor," kata Kurnia.
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat letter of credit (L/C) fiktif.
Ia diekstradisi dari Serbia pada Rabu lalu dan tiba di Indonesia pada Kamis setelah 17 tahun buron.
Baca juga: Ada Ikatan Sejarah Serbia-Indonesia di Balik Ekstradisi Maria Lumowa
Kasus yang menjerat Maria berawal pada Oktober 2002 hingga Juli 2003 saat Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam"" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.
Namun, Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.