JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, calon kepala daerah yang hendak melakukan kampanye rapat umum atau kampanye akbar Pilkada harus mengantongi persetujuan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 daerah.
Dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 disebutkan bahwa kampanye akbar yang sifatnya mengumpulkan massa hanya dapat dilakukan di daerah bebas Covid-19. Status bebas Covid-19 sendiri hanya dapat dikeluarkan oleh gugus tugas.
Sehingga, persetujuan dari gugus tugas wilayah sangat dibutuhkan.
"KPU dalam PKPU itu mensyaratkan kalau kampanye bersifat rapat umum ya, kampanye bersifat terbuka, itu harus mendapat persetujuan dari gugus tugas setempat," kata Arief dalam diskusi yang digelar daring, Jumat (10/7/2020).
Baca juga: KPU: Protokol Kesehatan di 270 Daerah Penyelenggara Pilkada Diatur Sama
Ketentuan kampanye akbar itu tertuang dalam Pasal 64 PKPU 6/2020.
Pasal itu menyebutkan bahwa partai politik/pasangan calon/tim kampanye yang hendak menggelar kampanye akbar harus mengupayakan agar kampanye dilakukan media daring.
Kampanye akbar dapat diselenggarakan secara nonvirtual hanya di daerah yang telah dinyatakan bebas Covid-19.
Arief mengatakan, seandainya suatu wilayah dinyatakan bebas Covid-19 sehingga calon kepala daerah bisa menggelar kampanye akbar nonvirtual, kampanye tetap harus menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Baca juga: PKPU Pilkada 2020: Debat Publik Hanya Dihadiri Paslon dan Tim Kampanye
"Kalau tidak direkomendasikan oleh pihak yang berwenang maka tidak boleh. Tapi begitu direkomendasikan, maka penerapan protokol itu sebagaimana yang diatur berlaku untuk semuanya," tutur Arief.
Protokol itu misalnya, memberi jarak antar meja atau kursi minimal 1 meter, kemudian pembatasan jumlah peserta kampanye maksimal 40 persen dari kapasitas ruangan.
Atau, protokol minimal pencegahan Covid-19 seperti menggunakan masker, berjaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan air mengalir atau hand sanitizer.
Arief mengatakan, jika ada pihak yang melanggar protokol kesehatan, ada sanksi yang bakal dikenakan. Sanksinya bisa berupa administrasi atau bahkan pidana.
Baca juga: PKPU Pilkada, Kampanye Akbar Nonvirtual Digelar di Daerah Bebas Covid-19
"Misalnya siapapun yang mau ikut harus menggunakan masker. Kalau ada yang tidak mau menggunakan masker ya tentu kita tegur jangan masuk," tutur Arief.
"Tapi kalau tetap aja ada yang ngotot bisa saja kita mengambil sikap yang lebih tegas kampanyenya bisa dihentikan. Kalau dihentikan pun masih melawan misalnya, bahkan ada unsur pidananya, seharusnya diproses secara pidana," lanjutnya.
Arief pun berharap, peserta Pilkada maupun pemilih dapat mematuhi aturan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan KPU di setiap tahapan.
Untuk diketahui, Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September. Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020.
Tahapan Pilkada lanjutan pasca penundaan telah dimulai pada Senin (15/6/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.