JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR, Fadli Zon mengatakan, perlu ada terobosan baru dari organisasi internasional dalam penyelesaian konflik Palestina dan Israel.
Misalnya, kata Fadli, pengucilan secara sosial, ekonomi, dan politik terhadap Israel. Hal ini menyusul rencana Israel menganeksasi Tepi Barat Palestina.
"Harus isolasi, pengucilan secara politik, ekonomi, sosial di tingkat regional dan global. Cara ini sebenarnya efektif ketika entitas global, termasuk internal Amerika Serikat menekan Israel," ujar Fadli dalam diskusi "Melawan Aneksasi Israel atas Wilayah Palestina", Jumat (10/7/2020).
Baca juga: Menag Sebut Indonesia Dukung Palestina Berdaulat dan Bebas dari Aneksasi
Fadli mengatakan, isu Palestina bukan lagi sekadar isu dunia Islam, tetapi isu kemanusiaan bagi seluruh negara-negara dunia.
Menurut dia, saat ini banyak negara-negara di Barat yang menyoroti sikap Israel terhadap Palestina.
"Banyak juga negara-negara di Barat, simpatisan termasuk dari kalangan civil society, parlemen, pemerintahan dari negara-negara Barat menganggap persoalan kemanusiaan ini sebagai persoalan yang luar biasa dilakukan kebiadaban Israel," ujar dia.
Di lain sisi, ia melihat tatanan politik di negara-negara Timur Tengah terhadap konflik Palestina dan Israel mulai berubah.
Baca juga: Terbitkan Maklumat, MUI Kecam Rencana Aneksasi Israel terhadap Tepi Barat Palestina
Akan tetapi, Fadli Zon menilai, kelompok-kelompok kekuatan di Palestina sendiri tidak bulat menyatu menghadapi isu negaranya dengan Israel.
"Kita tahu bahwa kekuatan atau faksi-faksi di Palestina ini cukup memberikan masalah karena tidak ada satu united front dalam menghadapi Israel," ucap dia.
"Jadi, faksi-faksi di sana perlu suatu upaya rekonsiliasi sehingga Palestina ada sebagai sebuah Palestina, karena kita tahu Israel ini memanfaatkan isu atau situasi di tengah pandemi Covid-19," kata Fadli Zon.
Baca juga: Indonesia Ajak ASEAN Tolak Rencana Israel Caplok Tepi Barat Palestina
Fadli mengatakan, Indonesia memiliki posisi yang cukup penting di Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai anggota dewan keamanan tidak tetap.
Fadli menuturkan, masyarakat dan pemerintah dalam hal ini memiliki kesamaan pandangan soal dukungan bagi Palestina.
"Bagaimana bisa lebih di depan lagi untuk mengambil inisiatif, terutama intervensi dalam hal tidak hanya di PBB, juga di forum-forum internasional yang lain seperti OKI, ASEAN, serta forum multilateral yang penting agar kita menjadi pengambil inisiatif," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah Diminta Ambil Langkah Nyata Terkait Aneksasi Tepi Barat Palestina oleh Israel
Dilansir Kompas.id, Rabu (8/7/2020), Presiden Israel Benjamin Netanyahu awalnya berencana memulai proyek pencaplokan ini pada 1 Juli.
Israel bahkan juga telah memiliki nama untuk permukiman yang nanti akan dibangun di lahan yang dicaplok.
Namun, koalisi Pemerintah Israel sendiri terpecah soal rencana pencaplokan Tepi Barat. Menurut Gantz, Israel harus mengurus hal lebih penting ketimbang soal pencaplokan Tepi Barat.
Selain itu, Amerika Serikat pun belum memberikan lampu hijau bagi Israel untuk melaksanakan rencana itu.
Baca juga: DPR Inisiasi Petisi Tolak Aneksasi Tepi Barat Israel, Diteken Anggota Parlemen AS hingga Inggris
Selama beberapa pekan terakhir, Uni Eropa melancarkan kampanye diplomatik menentang rencana aneksasi itu.
Salah satunya dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas ke Jerusalem belum lama ini untuk mengampanyekan kekhawatiran tentang meningkatnya konflik dan gangguan keamanan di kawasan.
Namun, di antara negara-negara Eropa sendiri tidak ada kesepakatan yang bulat soal ini.
Pemerintah Israel sejauh ini belum mengeluarkan pernyataan apa pun terkait pernyataan bersama keempat menlu empat negara tersebut.
Namun, dalam sebuah pernyataan terpisah, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebutkan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan tetap pada komitmennya pada rencana Trump yang dinilainya realistis bagi kawasan dan Israel.
”Israel siap untuk melakukan negosiasi berdasarkan rencana perdamaian Presiden Trump yang kreatif dan realistis serta tidak akan kembali ke formula gagal di masa lalu,” kata Netanyahu.
Kelompok Hezbollah di Lebanon dan Hamas di Palestina, Senin (6/7/2020), mengeluarkan pernyataan bersama yang berisi tentangan atas rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat oleh Israel.
Mereka menyatakan rencana itu adalah sebuah rencana agresi terhadap rakyat Palestina.
Di dalam suratnya kepada pemimpin Hezbollah Hassan Nasrallah, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menyatakan, rakyat Palestina tengah berhadapan dengan situasi yang genting terkait rencana pencaplokan Israel.
Kelompok Hezbollah dan Hamas telah berulang kali terlibat konflik dengan militer Israel selama beberapa dekade terakhir. Amerika Serikat dan Uni Eropa mencap keduanya sebagai kelompok teroris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.