JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR menginisiasi penggalangan dukungan parlemen-parlemen dunia yang menolak aneksasi Tepi Barat Palestina oleh Israel sejak awal Juli 2020.
Ketua BKSAP DPR Fadli Zon mengatakan, saat ini sudah ada 242 anggota parlemen seluruh dunia yang menandatangani petisi tersebut.
"Kalau tidak salah hingga saat ini sudah ditandatangani 242 anggota parlemen termasuk dari Amerika, Inggris, negara Timur Tengah, dan beberapa ketua parlemen di Qatar, Kuwait, dan lainnya," kata Fadli dalam diskusi 'Melawan Aneksasi Israel atas Wilayah Palestina', Jumat (10/7/2020).
Fadli bersyukur pemerintah Israel belum mengeksekusi rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat Palestina itu. Namun, ia menegaskan rencana tersebut harus terus dilawan.
Baca juga: Sebut Ilegal, Jerman Tolak Rencana Aneksasi Israel di Tepi Barat
Diketahui, Presiden Israel Benjamin Netanyahu awalnya berencana memulai proyek pencaplokan ini pada 1 Juli.
Israel bahkan juga telah memiliki nama untuk permukiman yang nanti akan dibangun di lahan yang dicaplok.
"Kita bersyukur ada penundaan, dan mudah-mudahan tidak terjadi dan harus dilawan rencana tersebut," tuturnya.
Fadli mengatakan BKSAP DPR konsisten menyuarakan isu Palestina di berbagai forum parlemen internasional.
Baca juga: Menag Sebut Indonesia Dukung Palestina Berdaulat dan Bebas dari Aneksasi
Menurut Fadli, masyarakat dan pemerintah dalam hal ini memiliki kesamaan pandangan soal dukungan bagi Palestina.
"Saya kira dalam hal Palestina hampir tidak ada perbedaan pandangan dari semua pihak dari seluruh elemen masyarakat di Indonesia bahwa kita ingin memperjuangkan masyarakat Palestina di berbagai forum, termasuk di tingkat parlemen," ujarnya.
Ia pun berharap ada terobosan baru dari organisasi internasional dalam penyelesaian konflik Palestina dan Israel.
Misalnya, kata Fadli, pengucilan secara sosial, ekonomi, dan politik terhadap Israel. Hal ini secara khusus perlu dilakukan oleh Amerika Serikat.
Baca juga: DPR RI Kecam Rencana Aneksasi Israel di Tepi Barat
"Harus isolasi, pengucilan secara politik, ekonomi, sosial di tingkat regional dan global. Cara ini sebenarnya efektif ketika entitas global, termasuk internal Amerika Serikat menekan Israel," ujar Fadli.
Dilansir Kompas.id, Rabu (8/7/2020), Amerika Serikat belum memberikan lampu hijau bagi Israel untuk melaksanakan rencana itu.
Selama beberapa pekan terakhir, Uni Eropa melancarkan kampanye diplomatik menentang rencana aneksasi itu.
Salah satunya dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas ke Jerusalem belum lama ini untuk mengampanyekan kekhawatiran tentang meningkatnya konflik dan gangguan keamanan di kawasan.
Baca juga: Pemerintah Diminta Ambil Langkah Nyata Terkait Aneksasi Tepi Barat Palestina oleh Israel
Namun, di antara negara-negara Eropa sendiri tidak ada kesepakatan yang bulat soal ini.
Pemerintah Israel sejauh ini belum mengeluarkan pernyataan apa pun terkait pernyataan bersama keempat menlu empat negara tersebut.
Namun, dalam sebuah pernyataan terpisah, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebutkan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan tetap pada komitmennya pada rencana Trump yang dinilainya realistis bagi kawasan dan Israel.
”Israel siap untuk melakukan negosiasi berdasarkan rencana perdamaian Presiden Trump yang kreatif dan realistis serta tidak akan kembali ke formula gagal di masa lalu,” kata Netanyahu.
Baca juga: Delegasi Parlemen Indonesia Kecam Keras Upaya Aneksasi Tepi Barat oleh Israel
Kelompok Hezbollah di Lebanon dan Hamas di Palestina, Senin (6/7/2020), mengeluarkan pernyataan bersama yang berisi tentangan atas rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat oleh Israel.
Mereka menyatakan rencana itu adalah sebuah rencana agresi terhadap rakyat Palestina.
Di dalam suratnya kepada pemimpin Hezbollah Hassan Nasrallah, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menyatakan, rakyat Palestina tengah berhadapan dengan situasi yang genting terkait rencana pencaplokan Israel.
Kelompok Hezbollah dan Hamas telah berulang kali terlibat konflik dengan militer Israel selama beberapa dekade terakhir. Amerika Serikat dan Uni Eropa mencap keduanya sebagai kelompok teroris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.