JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divis Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengungkapkan, ada faktor ikatan sejarah antara Serbia dan Indonesia di balik ekstradisi tersangka kasus pembobolan Bank BNI yang buron selama 17 tahun, Maria Pauline Lumowa.
"Pemerintah Serbia kenapa dia menyerahkan ke Indonesia, ada beberapa indikator, pertama terkait dengan historical," ujar Argo dalam keterangannya, Kamis (9/7/2020).
Argo menuturkan, dalam sejarahnya, Serbia dan Indonesia memiliki hubungan baik sejak Presiden Soekarno.
Baca juga: Tak Punya Perjanjian Ekstradisi, Begini Cara Pemerintah Bawa Maria Pauline Lumowa dari Serbia....
Menurut dia, Soekarno memiliki komunikasi yang baik dengan negara yang pada saat itu masih bernama Yugoslavia sebelum terjadinya perpecahan.
Tak berhenti di situ, sejarah berikutnya mencatat ketika terjadi konflik sekitar tahun 1992.
Saat konflik terjadi, prajurit TNI yang bertugas di bawah bendera pasukan perdamaian dunia (PBB) turut membantu meredam konflik.
Atas faktor tersebut, kata Argo, Pemerintah Serbia tak lupa akan kontribusi Indonesia.
Sehingga, Pemerintah Serbia mau menyerahkan buronan tersebut kepada Indonesia.
"Jadi dengan adanya permintaan red notice oleh Serbia kemudian membantu menyerahkan untuk Indonesia," kata dia.
Baca juga: Dua Hari Sebelum Maria Lumowa Diekstradisi, Indonesia Beri Bantuan Covid-19 ke Serbia
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebutkan, keberhasilan mengekstradisi Maria merupakan buah diplomasi tingkat tinggi antara Pemerintah Indonesia dan Serbia.
Ia mengatakan, ekstradisi Maria juga tak lepas dari asas timbal balik resiprositas karena sebelumnya Indonesia mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.
Hasilnya, kata Yasonna, Maria dapat diekstradisi dari Serbia meskipun kedua negara tidak memiliki perjanjian ekstradisi.
"Walaupun kita belum memiliki kerja sama ekstradisi dengan Serbia, tapi dengan hubungan baik, dengan pendekatan diplomasi dalam bidang hukum dan persahabatan, akhirnya kita bisa membawa beliau kemari," kata Yasonna.
Baca juga: Yasonna: Ekstradisi Maria Pauline Lumowa Hasil Diplomasi dan Hubungan Baik RI-Serbia
Kasusnya berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Ketika itu Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam".
Baca juga: Tak Langsung Periksa Maria Pauline Lumowa, Bareskrim: Dia Sedang Istirahat
Sebab, BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Baca juga: Diplomasi High Level, di Balik Proses Ekstradisi Maria Pauline Lumowa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.