JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, ekstradisi buron tersangka pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa merupakan upaya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menutup rasa malu.
Rasa malu yang dimaksud Boyamin adalah masuknya buron terpidana kasus Bank Bali Djoko Tjandra ke wilayah Indonesia tanpa terdeteksi hingga dapat mengajukan peninjauan kembali (PK).
"Ekstradisi Maria Pauline adalah menutupi rasa malu Menteri Yasona atas bobolnya buron Djoko Tjandra yang mampu masuk dan keluar Indonesia tanpa terdeteksi, bahkan Djoko Tjandra mampu bikin e-KTP baru, pasport baru dan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Boyamin dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (9/7/2020).
Baca juga: Alasan Yasonna Jemput Langsung Maria Pauline dari Serbia
Ekstradisi Maria, lanjut Boyamin, juga menunjukkan bahwa pencekalan kepada buronan tetap berlaku meski tidak ada update dari Kejaksaan Agung.
"Hal ini membuktikan kesalahan penghapusan cekal pada kasus Djoko S Tjandra yang pernah dihapus cekal pada tanggal 12 Mei 2020 sampai 27 Juni 2020 oleh Imigrasi atas permintaan Sekretaris NCB Interpol Indonesia padahal tidak ada permintaan hapus oleh Kejagung yg menerbitkan DPO," kata Boyamin.
Boyamin melanjutkan, rasa malu juga terjadi terkait hilangnya tersangka kasus suap eks komisioner KPU, Harun Masiku, yang juga sempat tak terdeteksi saat masuk wilayah Indonesia.
Kendati demikian, Boyamin tetap mengapresiasi keberhasilan pemerintah mengekstradisi Marua sambil berharap Djoko Tjandra segera ditangkap.
Diberitakan sebelumnya, Maria diekstradisi dari Serbia pada Rabu (8/7/2020) dan telah tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis siang hari ini.
Setelah tiba di Jakarta, Maria dibawa ke Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan.
Maria merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat Letter of Credit (L/C) fiktif yang sudah buron selama 17 tahun.
Kasusnya berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Ketika itu Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dollar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Baca juga: Selain Maria Pauline Lumowa, Siapa Saja yang Pernah Dijerat Kasus Pembobolan BNI?
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.