Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemenuhan Hak Kelompok Difabel Harus Jadi Perhatian

Kompas.com - 08/07/2020, 08:39 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Ahli Madya Bidang Hukum dan HAM Kantor Staf Presiden (KSP) Sunarman Sukamto mengatakan, pemenuhan hak masyarakat kelompok difabel harus menjadi perhatian di era kenormalan baru atau new normal selama masa pandemi Covid-19.

Pemenuhan hak yang perlu diperhatikan yakni terkait bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sosial.

"Ini menjadi penting untuk dipastikan di era new normal ini tetap berpihak, tetap mendukung, tetap ada kebijakan afirmatif atau keberpihakan pada teman-teman difabel ini," kata Sunarman dalam acara diskusi online bertajuk Pemenuhan Hak Lansia dan Penyandang Disabilitas di Era New Normal, Selasa (7/7/2020).

Baca juga: KSP Sebut 4 Bidang Ini Harus Dipastikan Berpihak pada Difabel Saat New Normal

Sunarman mengatakan, semua pihak harus bersinergi dalam mengatasi pandemi Covid-19 dan memenuhi hak difabel.

Mulai dari memastikan protokol kesehatan dan pendidikan yang inklusif hingga memastikan bantuan serta program perlindungan sosial tepat sasaran.

Kemudian memastikan adanya dukungan keterampilan baru bagi difabel agar tetap mampu berkreasi sesuai peluang dan tantangan bisnis di era new normal.

Serta, memastikan kuota minimal dua persen untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN), pegawai BUMN atau BUMD.

"Dan (kuota) satu persen untuk swasta tetap terpenuhi," ujar dia.

Baca juga: 7 Hal Ini Disebut Jadi Tantangan Perlindungan Difabel di Masa Pandemi

Meski demikian, Sunarman mengatakan, ada tantangan yang harus dihadapi dalam perlindungan difabel di tengah pandemi Covid-19.

Tantangan pertama yakni kurangnya data dampak dan data kebutuhan khusus bagi difabel di masa pandemi Covid-19.

Sunarman mengatakan, data tersebut sudah ada di tingkat nasional yang dikumpulkan sejumlah lembaga. Namun, data itu belum tersedia di tingkat kelurahan.

"Misalnya di kelurahan A kebutuhan khusus difabel itu apa, dampak Covid-nya apa apakah sudah ada yang terpapar atau belum, itu belum tersedia," ungkapnya.

Tantangan selanjutnya, masih ada warga difabel yang belum terorganisasi, sehingga menyulitkan untuk memenuhi hak mereka.

Menurut Sunarman, mengelola kebutuhan difabel, lebih mudah jika terorganisasi dalam suatu wadah.

"Kemudian untuk mengundang partisipasi itu kalau ada organisasinya itu akan lebih mudah, lebih lancar. Tapi memang belum semua difabel terorganisasi," ujarnya.

Baca juga: Difabel Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19, Sulit Jaga Jarak Sosial hingga Penghasilan Berkurang

Tantangan ketiga soal terbatas pengalaman dan pendampingan di masa pandemi.

Kemudian yang keempat, adanya anggapan bahwa ketergantungan difabel pada keluarga adalah hal yang wajar.

"Sebagian besar masyarakat masih beranggapan bahwa difabel di rumah saja itu baik-baik saja. Sudah lumrah," imbuhnya.

Tantangan kelima, minimnya akses informasi, kondisi lingkungan dan fasilitas yang belum mendukung.

Keenam, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Terakhir, terbatasnya upaya pelibatan difabel dalam segala bidang.

Sunarman juga mengatakan, saat ini banyak masyarakat difabel yang belum mendapatkan bantuan pemerintah.

"Banyak laporan yang masuk ke KSP, teman-teman difabel karena tidak masuk data (penerima bantuan), tidak mendapat bantuan. Tidak tahu harus advokasi ke mana, ada hambatan mobilitas, ada hambatan komunikasi," tutur dia.

Baca juga: Berawal dari Bagi-bagi Masker Gratis, Kelompok Penjahit Difabel Ini Kebanjiran Pesanan

Sunarman mengatakan, kondisi tersebut membuat kelompok difabel menghadapi kesulitan ekonomi di masa pandemi. Sehingga, banyak yang berusaha menghidupi keluarganya dengan menjual aset atau benda yang biasa digunakan untuk bekerja.

"Misalnya mesin jahit, seharusnya itu menjadi alat produksi, malah terpaksa dijual karena situasi dan kondisinya sebagai dampak Covid ini belum terakomodasi," ujar dia.

Upaya pemerintah

Kendati demikian, Sunarman menuturkan, ada upaya yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi hak masyarakat difabel di masa pandemi.

"Yang pertama, Kementerian Sosial misalnya sudah mengeluarkan pedoman untuk pencegahan dari kemungkinan terpapar Covid-19. Untuk difabel di indonesia ini sudah ada pedomannya," kata Sunarman.

Selain pedoman pencegahan Covid-19 untuk penyandang disabilitas, Kemensos juga menyalurkan dana bantuan sosial (bansos).

Baca juga: Ini Upaya Pemerintah Memenuhi Hak Difabel di Masa Pandemi

Selain Kemensos, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga mengeluarkan pedoman perlindungan khusus.

Pedoman itu dibuat untuk mencegah penularan Covid-19 pada perempuan dan anak penyandang disabilitas.

Kemudian, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menggunakan juru bahasa isyarat dalam setiap pemberian informasi terkait Covid-19.

selanjutknya, kata Sunarman, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah memperluas makna kerentanan agar lebih akomodatif pada ragam dan karakteristik penyandang disabilitas.

Sedangkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah melakukan sosialisasi Peraturan Pemerintah Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.

"Kemudian Kemendes PDT sudah menyusun pedoman pengembangan desain inklusi," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com