JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengungkap beberapa indikasi bahwa pemerintah Indonesia ingin kembali ke era Orde Baru.
Indikasi pertama, menurut Asfina adalah, kondisi partai politik di parlemen yang enggan mendengarkan suara rakyat.
"Maka memang jelas sekali partai politik mau terus menguasai dalam arti partai politik yang tidak mendengarkan rakyat ya, tapi maunya dia sendiri itu jelas sekali kok," kata Asfina dalam diskusi online bersama Amnesty International bertajuk 'Apa Kabar Nasib RKUHP Kontroversial?' Selasa (7/7/2020).
Indikasi kedua, adanya aturan dalam Undang-undang MPR, DPR, DPRD dan DPD terkait larangan menghina anggota dewan.
Baca juga: YLBHI: RKUHP Tonggak Kembali ke Era Ore Baru...
Kemudian, indikasi ketiga adalah ambang batas pencalonan presiden yang terlalu besar yakni 20-25 persen dari perolehan suara sah partai di pemilu.
Sementara indikasi terakhir adanya Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Terus kemudian ambang batas untuk mencalonkan presiden dinaikin jadi ini ada yang kita sebut sebagai oligarki agar kekuasaan bertahan di dia-dia saja," ujarnya.
"Untuk menghindarkan dari kritik yang tajam dia perlu RKUHP," sambung dia.
Asfina juga menilai RKUHP yang saat ini tengah dirumuskan oleh DPR membuat Indonesia bergerak mundur ke era Orde Baru.
"Betul (kembali ke zaman Orba), kalau RKUHP mungkin adalah puncak ya. Jadi semacam aturan kompilasi aturan-aturan yang mengekang kebebasan," kata Asfina.
Baca juga: Menurut YLBHI, Ini Alasan RKUHP Layak Ditolak dan Tak Disahkan
Asfina menjelaskan, saat ini pun sudah ada indikasi pemerintah berusaha mengekang kebebasan berpendapat.
Menurut dia, dengan disahkannya RKUHP, justru menjadi puncak pemerintah untuk mengekang kebebasan berpendapat.
"Jadi memang saya setuju bahwa kita memang bergerak mundur nih ke masa Orba dan RKUHP itu bisa jadi salah satu tonggaknya," ujar dia.
Diketahui, RKUHP menjadi sorotan masyarakat karena dianggap membahayakan kebebasan berekspresi.
Tidak hanya mengancam kebebasan berekspresi, pasal dalam RKUHP juga dianggap mengancam kebebasan pers.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.