JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakhrulloh memberikan penjelasan mengenai data kependudukan terpidana kasus Bank Bali yang kini berstatus buron, Djoko Soegiarto Tjandra.
Hal ini sekaligus untuk mengklarifikasi dugaan bahwa ada pemalsuan data kependudukan berdasarkan rekam data terbaru yang dilakukan.
Arif menyebut, Djoko pertama kali melakukan pencetakan KTP pada 21 Agustus 2008 silam.
"Berdasarkan historikal dalam database kependudukan yang dapat kami jelaskan bahwa Djoko Tjandra melakukan pencetakan KTP pada 21 Agustus 2008," ujar Zudan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/7/2020).
Baca juga: Dukcapil: Jika Djoko Tjandra Sudah WNA, E-KTP-nya Bisa Dibatalkan
Saat mencetak KTP pada 2008 lalu tersebut, data yang ada sesuai database kependudukan.
Kemudian, Djoko Tjandra melakukan pencetakan Kartu Keluarga (KK) pada 11 Januari 2011.
"Lalu, yang bersangkutan juga melakukan perekaman e-KTP pada tanggal 08 Juni 2020," lanjut Zudan.
Namun, sejak terdata dalam database kependudukan pada 2008 yang bersangkutan merupakan Warga Negara Indonesia (penduduk Indonesia).
Adapun tempat atau tanggal lahir Djoko Tjandra, yakni Sanggau, 27 Agustus 1951.
Baca juga: Bahas Djoko Tjandra, Komisi III Temui Jaksa Agung
Data yang ada dalam database kependudukan ini, kata Zudan, belum mengalami perubahan hingga saat ini.
"Data kependudukan yang bersangkutan dari tahun 2008 sampai dengan 8 Juni 2020 tidak ada perubahan nama, alamat, tempat dan tanggal lahir," tegas Zudan.
Lebih lanjut, Zudan menjelaskan, Berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 23 Tahun 2006 bahwa penduduk yang pindah keluar negeri wajib melaporkan rencana kepindahannya kepada Dinas Dukcapil.
Namun, Djoko Tjandra tidak pernah melaporkan dirinya ke Dinas Dukcapil saat akan pergi dan menetap di luar negeri.
"Dalam historikal data, yang bersangkutan tidak pernah mengajukan pindah ke luar negeri sehingga Surat Keterangan Pindah Luar Negeri (SKPLN) tidak pernah diterbitkan," ungkap Zudan.
"Secara database kependudukan yang bersangkutan tidak pernah keluar negeri," lanjut dia.
Baca juga: PN Jaksel Kembali Gelar Sidang PK yang Diajukan Djoko Tjandra Hari Ini
Sebelumnya, terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra yang kini masih buron diduga melakukan perekaman dan mendapatkan e-KTP pada 8 Juni 2020.
Tanggal tersebut merupakan tanggal yang sama ketika Djoko mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia ( MAKI) Boyamin Saiman menduga, perekaman dan pencetakan e-KTP dilakukan di kantor Dinas Dukcapil Jakarta Selatan.
"Joko S Tjandra diduga bisa melakukan cetak KTP-el pada tanggal 8 Juni 2020 dan diduga melakukan rekam data pada tanggal yang sama, 8 Juni 2020," kata Boyamin melalui keterangan tertulis, Senin (6/7/2020).
Terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra yang kini masih buron diduga melakukan perekaman dan mendapatkan e-KTP pada 8 Juni 2020.
Tanggal tersebut merupakan tanggal yang sama ketika Djoko mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca juga: MAKI Menduga Djoko Tjandra Bikin E-KTP Baru, tapi Tahun Kelahirannya Beda
Boyamin mengungkapkan, Djoko telah menjadi warga negara lain dengan memiliki paspor Papua Nugini.
Maka dari itu, ia menilai Djoko seharusnya tidak bisa memiliki atau mencetak e-KTP.
Ia mengacu pada Pasal 23 huruf h Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa WNI kehilangan kewarganegaannya bila memiliki paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai kewarganegaraan dari negara lain yang masih berlaku.
Kemudian, Boyamin menyoroti perbedaan pada tahun kelahiran Djoko Tjandra.
Baca juga: Djoko Tjandra Punya E-KTP, Ini Penjelasan Lurah Grogol Selatan dan Dukcapil Jaksel
“KTP baru Joko Soegiarto Tjandra tertulis tahun lahir 1951, sementara dokumen lama pada putusan PK tahun 2009 tertulis tahun lahir 1950,” tuturnya.
Dengan adanya dua masalah tersebut, MAKI pun menilai bahwa PN Jaksel seharusnya menghentikan proses persidangan permohonan PK yang diajukan Djoko Tjandra.
Lebih lanjut, MAKI akan mengadukan Dinas Dukcapil Provinsi DKI Jakarta kepada Ombudsman RI pada Selasa (7/7/2020).
MAKI juga akan mengadukan Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kemenkumham kepada Ombudsman pada hari yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.