JAKARTA, KOMPAS.com - Penambahan kasus Covid-19 yang cukup tinggi di Tanah Air, membuat sejumlah pihak berinovasi untuk menciptakan obat dan vaksin yang ampuh untuk membunuh virus corona.
Sejumlah kementerian, laboratorium farmasi, hingga perguruan tinggi pun saling berlomba untuk menciptakan produk yang efektif menekan virus. Tak terkecuali Kementerian Pertanian.
Namun polemik muncul ketika Kementan mengklaim telah menemukan antivirus corona yang dikemas dalam bentuk sebuah kalung. Bahkan, Mentan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, produk yang berbahan dasar eucalyptus itu mampu membunuh 80-100 persen virus.
"Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) membuat beberapa prototipe eucalyptus dengan nano teknologi dalam bentuk inhaler, roll on, salep, balsem dan defuser," kata Mentan dalam keterangan tertulis.
Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengungkapkan, produk-produk tersebut telah dilaunching pada Mei 2020 lalu. Dua di antaranya, bahkan disebut telah mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan kini sedang dalam tahap produksi.
Baca juga: Soal Kalung Antivirus Corona, Menkes Terawan: Saya Malah Belum Mempelajari Isinya
Sedangkan untuk kalung antivirus yang disebut dibuat dengan teknologi nano, masih dalam proses perizinan.
"Izin edar roll on dan inhaler dari BPOM sudah keluar. Sekarang lagi diproduksi oleh PT Eagle Indhoparma, sedang kalung aroma terapi masih berproses," kata Fadjry kepada Kompas.com, Sabtu (4/7/2020).
Kritik
Kementan pun dihujani kritik dari berbagai pihak pasca mengumumkan rencana untuk memproduksi secara masal produk-produk inovasi mereka.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih, misalnya, menilai, seharusnya ada penelitian yang menyatakan bahwa kalung tersebut dapat berfungsi sebagai antivirus.
"Semestinya ada hasil penelitian yang dapat membuktikan atau meyakinkan bahwa kalung tersebut berkhasiat sebagai antivirus," kata Daeng kepada Kompas.com, Sabtu.
Hal senada disampaikan oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam. Menurut dia, terlalu berlebihan menganggap temuan Kementan sebagai sebuah produk antivirus corona.
Baca juga: Bukan Antivirus, Kalung Eucalyptus Kementan Dipasarkan Agustus 2020
Ia pun meminta agar penyebutan kalung aroma terapi itu bukan sebagai kalung antivirus.
"Cukuplah disebut kalung kayu putih atau kalung eucalyptus atau kalau aromatherapy," kata Ari kepada Kompas.com, Minggu (5/7/2020).
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay mengatakan, Kementan seharusnya melibatkan lembaga penelitian lainnya untuk menguji efektivitas kalung yang disebut sebagai kalung antivirus.
Sebab, berdasarkan informasi yang ia peroleh, produk itu baru melalui uji laboratorium terhadap virus influenza, beta dan gamma corona.
Sehingga, menurut dia, belum ada uji spesifik terhadap virus SARS-Cov-2 yang merupakan virus penyebab Covid-19.
"Karena itu, belum bisa diklaim sebagai antivirus corona," kata Saleh dalam keterangan tertulis, Senin (6/7/2020).
Baca juga: Soal Kalung Antivirus, Kementan Diminta Tunjukkan Hasil Riset
Anggota Komisi IX lainnya, Muchamad Nabil Haroen meminta, agar Kementan membeberkan hasil riset mereka bila memang kalung tersebut diklaim terbukti efektif mengatasi virus corona.
"Kementan harus tunjukkan basis riset terkait kalung anti-corona. Kementan harus berhati-hati dan mendasarkan pada riset yang jelas, sebelum mengeluarkan inovasi untuk publik," kata Nabil seperti dilansir dari Antara, Senin.
Politisi PDI Perjuangan itu mengapresiasi langkah Kementan dalam mengatasi pandemi Covid-19. Meski demikian, ia menyatakan, setiap inovasi yang dihasilkan harus didasarkan pada riset yang jelas.
"Saya mengapresiasi usaha dan inovasi Kementan, tapi sebaiknya harus berbasis riset yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah Diminta Uji Kalung Antivirus Corona Sebelum Diproduksi Massal
Adapun Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta Kementan melakukan uji klinis terlebih dahulu sebelum menyebarluaskan kalung tersebut.
"Penting, jangan sampai kalau itu belum teruji secara klinis, belum teruji secara ilmiah, jangan segera disebarluaskan, didiseminasikan," kata Muhadjir seperti dikutip dari Kompas TV, Senin.
"Karena kalau sampai tidak cocok dengan apa yang diperkirakan, itu bisa memiliki dampak yang tidak baik," imbuh dia.
Klarifikasi Kementan
Setelah mendapat sorotan tajam, Kementan pun mengklarifikasi soal kalung yang sempat diklaim sebagai antivirus tersebut.
Menurut Fadjry, kalung itu bukanlah sebuah antivirus seperti diberitakan selama ini.
"Kalung ini sebagai aksesori kesehatan. Ini bukan jimat, tidak ada klaim antivirus di situ," tuturnya saat konferensi pers di Kantor Balai Besar Penelitian Veteriner Kementan, Bogor, Senin (6/7/2020).
Penyematan tulisan "antivirus corona", menurut dia, hanya tertera pada prototipe kalung aromaterapi yang digunakan di kalangan pegawai Kementan.
"Ini hanya prototype ya. Produksi massal nanti ini (tulisannya) akan menjadi ‘aromaterapi eucalyptus’," ujarnya.
Ia juga mengakui bahwa pihaknya belum melakukan uji klinis terhadap produk inovasinya. Pasalnya, proses uji klinis memerlukan waktu yang lama.
Baca juga: Kalung Aromaterapi Eucalyptus Kementan, Mengapa Belum Diuji Klinis?
Meski demikian, ia menyebut, produk inovasi Balitbangtan telah mendapatkan izin edar dari BPOM.
"Kita sudah mendapat izin edar dari Badan POM sebagai jamu. Untuk tahapan ini, memang prosesnya melalui uji laboratorium dan uji testimoni. Kita tidak sampai tahap OHT (Obat Herbal Terstandar)," kata dia.
Untuk mencapai tahap OHT, imbuh dia, barulah diperlukan uji praklinis dan klinis.
"Sampai keluar sebagai OHT dan fitofarmaka, harus lewat beberapa pengujian. Produk kita ini memang sebatas tahap jamu. Bukan antivirus, tapi berpotensi untuk membunuh virus corona juga H5N1 dan influenza," ujarnya.
Kendati demikian, Balitbangtan telah menjajaki kerjasama dengan berbagai institusi penguji klinis, salah satunya dengan FK UI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.