JAKARTA, KOMPAS.com - Perubahan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU PIP) hingga saat ini masih menjadi perbincangan hangat.
Seperti diketahui, sebelumnya terjalin pertemuan antara pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dengan tokoh senior purnawirawan yang diwakili Bapak Try Sutrisno, terkait usulan perubahan RUU HIP menjadi RUU PIP.
Dalam pertemuan tersebut kemudian disekapati terkait urgensi RUU PIP sebagai penguat lembaga BPIP, agar pembinaan Pancasila dapat berjalan simultan.
Meskipun RUU yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memicu kontroversi, Rektor Universitas Widyatama Obsatar Sinaga menilai muatan RUU tersebut sebenarnya untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Baca juga: Apa Itu RUU HIP yang Dipersoalkan NU dan Muhammadiyah?
“Tujuannya itu, bukan untuk mengubah isi-isi sila Pancasila. Ketika masuk ke badan legislasi kemudian ke MPR, itu pun isinya masih penguatan BPIP,” kata Obsatar saat syuting sebuah program di Studio KompasTV, Jakarta Barat, Sabtu (4/7/2020).
Menurutnya, BPIP yang selama ini terbentuk dari Peraturan Presiden (Perpres) Tahun 2018, semestinya lahir bukan dari keputusan presiden, melainkan Undang-undang.
Dengan demikian, ketika presiden berganti, keberadaan BPIP tetap diakui.
“BPIP akan tetap eksis menjadi sebuah lembaga kuat yang bertugas untuk menjaga ideologi negara. Ini sebenarnya isi awalnya,” ujarnya.
Baca juga: 5 Alasan Mengapa RUU HIP Mendapat Penolakan Berbagai Pihak
Pasalnya, bila payung hukum BPIP tidak didasarkan pada Undang-undang, pembinaan ideologi Pancasila dinilainya tidak dapat berjalan berkesinambungan.
Setelah reformasi tahun 1998, Obsatar menyebutkan, generasi masa kini yang berusia dua puluh tahun ke atas belum tentu mengerti esensi Pancasila. Artinya, ada bagian yang hilang (missing link) dari sebuah generasi terhadap Pancasila.
“Nah ini perlu dipikirkan sejak sekarang. Kalau nanti sekiranya terjadi kecamuk atau katakanlah kegagalan dari sebuah rezim, tidak ada pengaruhnya dengan pembinaan Pancasila,” jelasnya.
Baca juga: Soal RUU HIP Jadi PIP, Ahmad Basarah: BPIP Perlu Legal Standing
Dalam upaya memperkuat BPIP melalui RUU PIP, Obsatar menyatakan, pihaknya juga memastikan adanya indikator keberhasilan BPIP mampu menjaga eksistensi Pancasila di Indonesia.
Menurutnya, keberhasilan BPIP tak dapat disamakan dengan lembaga lainnya yang bisa dinilai dari aspek fisik.
“Artinya, harus diketahui bahwa dia (BPIP) ukurannya jangka panjang. Harus bersepakat dulu bahwa pembinaan Pancasila akan menghasilkan generasi yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan, ketuhanan, dan musyawarahnya yang tinggi di masa yang akan datang,” urainya.
Di kesempatan yang sama, Dosen Sosiologi Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menekankan pentingnya penguatan Pancasila melalui kepastian payung hukum BPIP melalui Undang-undang. Undang-undang terkait penguatan BPIP jadi hal yang mutlak.