Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala BNPT: Kita Berupaya agar Radikalisme Tak Mendominasi Ruang Publik

Kompas.com - 03/07/2020, 16:59 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengatakan, pihaknya terus berupaya agar paham radikalisme tidak mendominasi ruang publik, terutama di media sosial.

Sebab, apabila paham radikalisme lebih dominan, ia khawatir anak muda tidak lagi percaya Pancasila sebagai ideologi negara.

"Kita harus berupaya agar segala bentuk ideologi yang bertentangan ini akan menjadi tidak dominan informasinya di ruang publik," kata Boy Rafli dalam acara diskusi bertajuk Sinergi BNPT dan Pemuda Pancasila dalam Membangun Kesiapsiagaan Nasional, Jumat (3/7/2020).

Baca juga: Kepala BNPT: Penyebar Paham Radikalisme Manfaatkan Media Sosial

"Karena kalau mereka (ideologi) masuk begitu dominan di ruang publik maka tentu kita khawatirkan anak-anak muda kita akan milih itu ketimbang ideologi negara kita," sambung dia.

Boy Rafli menilai media sosial saat ini masih menjadi sarana yang paling efektif untuk menghasut generasi muda agar terpapar paham radikalisme.

Mengingat, angka pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 140 juta orang dan 90 persennya memiliki akun media sosial.

Sehingga, kemungkinan besar para penyebar paham radikalisme juga menggunakan media sosial.

Baca juga: Kepala BNPT: Medsos Masih Jadi Sarana Paling Efektif Sebarkan Radikalisme

"Dan tentunya kelompok muda di sana kalau kita lihat dapat dikatakan menjadi kelompok mayoritas pengguna media sosial," ujarnya.

Oleh karena itu, ia berserta jajarannya selalu melakukan pemantauan terhadap akun media sosial tertentu.

Pemantauan itu, kata Boy Rafli, juga dilakukan bersama lembaga lainnya seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Jadi kita membangun kerja sama kemudian melakukan identifikasi dan melakukan langkah-langkah kontra-narasinya," ucap dia.

Baca juga: Mahfud MD Jelaskan Beda Makna Radikalisme Bung Karno dan Teroris

 

Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) menyebutkan, masyarakat yang berusia 17-24 tahun menjadi sasaran paham radikalisme, termasuk di Indonesia.

Paham radikalisme yang bersumber dari dalam maupun luar negeri menargetkan anak muda menjadi sasaran utama penyebaran paham tersebut.

"Memang yang disasar itu anak usia 17-24 tahun. Karena mereka masih muda, masih energik, masih mencari jati diri," ujar Juru Bicara BIN, Wawan Hari Purwanto saat diskusi Polemik di Jakarta, Sabtu (10/8/2019).

"Kemudian mereka juga semangatnya masih tinggi sehingga itu yang menjadi target utama para penyebar paham radikalisme," kata Wawan.

Baca juga: Peneliti LIPI: Bukan Radikalisme, Persoalan Indonesia adalah Ketimpangan

Wawan menjelaskan, paham radikalisme akan cepat terserap oleh anak muda di rentang usia tersebut, terutama jika mereka tak memiliki kemampuan berpikir kritis.

Oleh karena itu, lanjutnya, peran pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan untuk memberikan edukasi, supaya paham radikalisme bisa terdeteksi secara dini.

"Paparan radikalisme ini biasanya masuk kepada mereka yang tidak kritis dalam mempertimbangkan sesuatu," kata Wawan.

"Oleh karena itu, kami tetap melakukan literasi publik dan digital, termasuk patroli siber guna mendeteksi secara dini paham-paham anti-Pancasila," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Nasional
Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Nasional
Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Nasional
Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Nasional
Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Nasional
OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi 'Online'

OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi "Online"

Nasional
Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Nasional
Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Nasional
Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Pekan Depan

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi "Online" Pekan Depan

Nasional
Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com