JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, temuan Ombudsman terkait rangkap jabatan komisaris BUMN merupakan salah satu gejala dari masalah-masalah yang ada di BUMN.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz berpendapat, masalah yang mendasar adalah susunan direksi dan komisaris yang dinilainya tidak proporsional.
"Salah satu problem yang sesungguhnya ada tidak hanya bicara soal mereka rangkap jabatan tapi pertanyaan yang sangat mendasar adalah apakah jabatan-jabatan di manajemen BUMN seperti direksi dan komisaris secara jumlah sudah proporisonal," kata Donal dalam sebuah diskusi, Kamis (2/7/2020).
Baca juga: ASN hingga TNI-Polri Terindikasi Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Bagaimana Penghasilannya?
Donal mengungkapkan, ada beberapa perusahaan BUMN yang memiliki jumlah direksi sama dengan jumlah komisaris.
Ia juga menyebutkan, ada perusahaan BUMN yang jumlah komisarisnya mencapai sembilan orang.
"Pertanyaannya apakah benar sebuah BUMN membutuhkan komisaris sebanyak itu? Apalagi di sebuah anak perusahaan BUMN," ujar Donal.
Permasalahannya, kata Donal, Undang-Undang BUMN memang tidak mengatur komposisi komisaris dan direksi sebuah perusahaan secara mengikat.
"Ini menurut saya salah satu persoalan awal sealain soal rangkap jabatan," kata Donal.
Baca juga: ASN Jadi Komisaris Anak BUMN, Ombudsman: Sama Saja Kerja di Swasta
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar jumlah komisaris di perusahaan BUMN, terutama anak-anak perusahaan, cukup dibatasi 2-3 orang saja.
"Tergantung nanti dilihat lagi, exposure atau berapa luas cakupan kerja, income, variabel-variabel itu turut mempengaruhi," kata Donal.
Ombudsman RI mengungkap adanya indikasi praktik rangkap jabatan di jajaran komisaris BUMN.
Setidaknya, terdapat 397 penyelenggara negara/penyelenggara pemerintahan yang menempati posisi komisaris. Jumlah tersebut belum termasuk 167 orang yang menduduki jabatan serupa di anak usaha BUMN.
Baca juga: Ombudsman Pertanyakan Kompetensi Relawan dan Pengurus Parpol sebagai Komisaris BUMN
Indikasi tersebut merupakan temuan tahun 2019, sehingga perlu divalidasi untuk mengetahui status keaktifan masing-masing penyelenggara negara.
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih menuturkan, ada potensi maladministrasi di dalam proses rekrutmen komisaris BUMN, mulai dari konflik kepentingan, penghasilan ganda, kompetensi, jual beli pengaruh, hingga akuntabilitas kinerja komisaris.
"Rangkap jabatan komisaris di BUMN ini akan memperburuk tata kelola dan mengganggu pelayanan publik yang diselenggarakan oleh BUMN," kata Alamsyah dalam telekonferensi, Minggu (28/6/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.