JAKARTA, KOMPAS.com - Djoko Sugiarto Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, buron selama bertahun-tahun dan disebutkan telah menjadi warga negara Papua Nugini.
Namun, Djoko Tjandra kini dikabarkan berada di Indonesia. Menurut informasi yang diterima Jaksa Agung ST Burhanuddin, bahkan Djoko datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK).
"Pada tanggal 8 Juni Djoko Tjandra informasinya datang di Pengadilan Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya," kata Burhanuddin dalam kerja bersama Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/6/2020).
Dia mengatakan, Djoko Tjandra saat ini sudah berada di Indonesia sejak tiga bulan lalu. Sementara itu, selama ini Djoko Tjandra sering berada di Malaysia dan Singapura.
Ia mengaku begitu sakit hati dengan informasi tersebut. Sebab Kejaksaan Agung telah berupaya untuk menangkap Djoko Tjandra, tetapi selalu mengalami kesulitan.
Baca juga: Jaksa Agung: Saya Sakit Hati, Djoko Tjandra Katanya Sudah 3 Bulan di Indonesia
"Yang melukai hati saya, saya dengar Djoko Tjandra bisa ditemui dimana-mana, di Malaysia dan Singapura. Tapi kita minta kesana-sini juga tidak bisa ada yang bawa," ucap Burhanuddin.
"Informasinya lagi yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini. Baru sekarang terbukanya," imbuhnya.
Burhanuddin mengakui bahwa Kejaksaan Agung "kecolongan" dan akan melakukan evaluasi.
Ia mengatakan semestinya Djoko Tjandra dapat dicekal di pintu-pintu masuk kedatangan mengingat statusnya sebagai terpidana.
Burhanuddin menuturkan selanjutnya akan berkomunikasi dengan pihak keimigrasian.
"Kalau ini sudah terpidana, seharusnya pencekalan ini terus-menerus dan berlaku sampai ketangkap. Ini akan menjadi persoalan kami nanti dengan imigrasi," kata dia.
Burhanuddin pun mengatakan kejaksaan telah mengonfirmasi informasi pendaftaran PK tersebut ke PN Jaksel.
Baca juga: Jaksa Agung Dapat Laporan Djoko Tjandra ke PN Jaksel 8 Juni 2020
Namun, kata Burhannudin, pendaftaran dilakukan melalui sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga identitas pendaftar tidak diketahui.
"Ini juga jujur kelemahan intelijen kami, tetapi itu yang ada," ujar Burhanuddin.
"Sudah saya tanyakan ke pengadilan, bahwa itu didaftarkan di pelayanan terpadu jadi tidak secara identitasnya terkontrol," kata dia.