JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, yang telah buron bertahun-tahun akan mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
ST Burhanuddin mengatakan, berdasarkan informasi, Djoko Tjandra akan mengajukan PK Senin (29/6/2020) ini.
"Pada hari ini beliau mengajukan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Baca juga: Soal Djoko Tjandra, Jaksa Agung Sebut Masih Dibicarakan dengan Otoritas Papua Nugini
Ia menyebutkan, beberapa waktu terakhir ini kejaksaan berupaya mencari Djoko Tjandra tetapi belum membuahkan hasil.
ST Burhanuddin pun menyatakan telah menginstruksikan jajarannya untuk segera menangkap Djoko Tjandra.
"Djoko Tjandra adalah buronan kami dan kami rencanakan sudah tiga hari ini kami cari, tapi belum muncul," tuturnya.
"Sudah saya perintahkan untuk tangkap dan eksekusi," kata Burhanuddin.
Pada Mei 2016, Jaksa Agung M Prasetyo mengakui tidak mudah untuk menangkap Djoko Sugiarto Tjandra yang masih buron.
Baca juga: Menangkan Permohonan Istri Djoko Tjandra, MK Nyatakan Jaksa Tak Boleh Ajukan PK
Djoko Tjandra belakangan diketahui berganti kewarganegaraan menjadi warga negara Papua Niugini.
"Itu kesulitan yang kami hadapi. Termasuk Samadikun itu punya lima paspor. Ada di antara mereka, Edy Tansil, Djoko Tjandra sudah pasti mengubah kewarganegaraan," ujar Prasetyo di kantornya, Senin (25/4/2016).
Prasetyo menduga Djoko dilindungi oleh negaranya sekarang. Belakangan, dikabarkan Djoko juga berpindah ke Singapura.
Hal ini juga menyulitkan Kejagung untuk mengembalikan Djoko karena tidak adanya perjanjian ekstradisi.
"Kalau kami mengejar orang dan kami makan di restoran yang sama, tidak bisa begitu saja mencoba mengambil dia. Seperti itu kira-kira," kata Prasetyo.
Baca juga: Dirjen Imigrasi: Ekstradisi Djoko Tjandra Tergantung Pemerintah Papua Niugini
Dalam kasusnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Djoko bebas dari tuntutan. Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan melakukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah. Djoko dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby. Djoko kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012.
Namun, alih status warga negara itu tidak sah, sebab Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.