JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai ada upaya menyederhanakan persidangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Hal itu terlihat dari bukti utama yang minim dihadirkan di persidangan dan terlalu banyak keterangan terdakwa yang menjadi bahan pertimbangan penuntutan jaksa penuntut umum.
"Jadi kecenderungan peradilan ini ingin dibuat peradilan sederhana," ucap Fickar dalam sebuah diskusi virtual, Minggu (28/6/2020).
Baca juga: Eks Pimpinan KPK Desak Jokowi Bentuk TGPF Independen Kasus Novel Baswedan
Ia menilai semestinya jaksa penuntut umum tidak menjadikan keterangan terdakwa sebagai pertimbangan utama dalam menyusun penuntutan.
Menurut dia, semestinya jaksa berpegang pada bukti-bukti di lapangan dan keterangan para saksi dalam menyusun tuntutan sehingga hukuman yang diajukan proporsional.
Baca juga: Jaksa Sebut Seluruh Nota Pembelaan Polisi Penyerang Novel Baswedan Tak Dapat Diterima
Ia menambahkan semestinya jaksa secara serius menyusun materi tuntutan karena kasus ini mendapat atensi dari Presiden Joko Widodo, Komnas HAM, dan Polri yang waktu itu sempat membuat tim khusus untuk menemukan pelakunya.
"Padahal kalau kembali ke belakang ada perintah Presiden (untuk mengusut kasus ini). Ada komisi yang dibentuk Komnas HAM dan polisi. Ada banyak lembaga dan orang yang memperhatikan perkara ini," lanjut dia.
Perkara penyerangan terhadap Novel Baswedan sudah memasuki tahap akhir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Adapun tersangka eksekutor penyiraman air keras, Rachmat Kadir Mahulette dituntut satu tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.