Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Memprediksi "New Normal" yang Sesungguhnya

Kompas.com - 26/06/2020, 20:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketika responden ditanyakan apakah kebiasaan tersebut akan tetap dilanjutkan setelah pandemi berakhir, jawabannya beragam. Bisa lanjut atau kembali ke kebiasaan lama.

Jika dirangkum kebiasaan yang akan dilanjutkan berdasarkan pengakuan mereka adalah: menggunakan masker, menghindari kerumunan, selalu menjaga kebersihan dengan intens mencuci tangan, mengikuti webinar, dan konsultasi kesehatan daring sebelum pergi ke dokter.

Bagaimana dengan kebiasaan yang lain? Ternyata lebih dari separuh responden berkecenderungan untuk kembali melakukan kebiasaan lama, sebagaimana dilakukan sebelum pandemi terjadi.

Mereka tetap ingin menikmati makan di restoran, belanja di toko, belajar di sekolah, bekerja di kantor dan menikmati layanan jasa secara langsung.

Hasil survei ini walaupun masih terbatas ruang lingkupnya tetapi telah memberikan gambaran umum tentang apakah berbagai prediksi new normal setelah pandemi akan menjadi kenyataan.

Kondisi sekarang

Sementara setelah PSBB di berbagai kota dilonggarkan, kita bisa melihat betapa masyarakat telah menjalankan berbagai aktivitas sebagaimana biasa, namun tetap berupaya menerapkan "protokol kesehatan" sebagai sebuah norma baru.

Pasar tradisional ramai, angkutan umum padat, jalan mulai macet, kerumunan orang di berbagai pusat kota dan sebagainya.

Ketika keramaian telah terjadi di mana-mana, kita juga bisa melihat bagaimana dengan "nasib" penerapan protokol kesehatan.

Tiga kebiasaan yang mesti dijalankan selama new normal, yaitu menggunakan masker, selalu cuci tangan, dan jaga jarak sembari hindari kerumunan, bisa jadi "terlupakan".

Banyak pihak mengemukakan satu-satunya cara untuk memutus rantai penularan virus Covid-19 adalah dengan penemuan obat dan vaksin.

Harian Kompas edisi 10 Juni 2020 telah mewartakan kabar gembira berdasarkan keterangan dari Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan anggota peneliti vaksin Covid-19 di lembaga tersebut, Herawati Supolo Sudoyo, bahwa vaksin buatan Indonesia diperkirakan dapat diproduksi pada Februari 2021.

Pada Oktober 2020 vaksin tersebut baru akan menjalani uji klinis. Selanjutnya jika berjalan lancar, akan diproduksi secara massal oleh Biofarma dan dipasarkan dengan harga terjangkau pada Februari 2021.

Berarti masih sekitar tujuh bulan lagi masyarakat kita harus tetap menjalankan protokuler kesehatan dengan disiplin dan berharap bahwa vaksin tersebut benar-benar efektif memutus rantai penularan.

Bagaimana kebiasaan masyarakat setelah penemuan vaksin tentu akan menjadi menarik lagi karena akan menjawab sekian banyak prediksi.

Bagi pebisnis, sepertinya harus berhati-hati menyikapi situasi yang terjadi sekarang. Paling tidak sampai dengan akhir tahun 2020 protokol kesehatan harus tetap dijalankan dan mengadaptasi bisnis dengan kebiasaan konsumen saat ini.

Kebiasaan konsumen yang terjadi masa ini, belum tentu akan berlanjut jika pandemi telah terkendali dan berakhir.

Kebiasaan yang berlanjut setelah pandemi ini berakhir, itulah hakikat "kenormalan baru" yang sesungguhnya.

Bukan sesaat ketika masa pandemi berlangsung, setelah itu seolah lupa dan kembali ke kebiasaan lama.

Franky Selamat
Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen Bisnis FEB UNTAR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com