Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Rapid Test Tidak Masuk dalam Sistem Pelaporan Covid-19 yang Disusun Pemerintah

Kompas.com - 26/06/2020, 12:23 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengatakan, hasil rapid test tidak masuk dalam sistem pelaporan kasus Covid-19 yang disusun pemerintah.

Rapid test hanya untuk screening awal apakah seseorang terpapar Covid-19 atau tidak.

"Sesuai standar WHO, pemeriksaan spesimen harus menggunakan antigen. Karenanya, pemerintah menggunakan dua metode pengetesan yakni Real Time-PCR dan Tes Cepat Molekuler (TCM)," kata Yuri sebagaimana dikutip dari siaran pers Kemenkes, Jumat (26/6/2020).

"Sedangkan rapid, yang berbasis serologi darah, tidak masuk dalam standar tersebut," ujar Yuri menambahkan.

Baca juga: Rapid Test Massal Polres Cianjur Pecahkan Rekor MURI

Sebanyak 70 persen pasien positif Covid-19 di Indonesia hanya memiliki sedikit keluhan misalnya, sedikit batuk dan demam dengan suhu tubuh cenderung normal. 

Oleh karenanya, kata Yuri, banyak dari mereka yang menganggap dirinya baik-baik saja dan memilih dirawat di rumah.

"Mereka mempersepsikan sakit itu dengan rawatan di rumah sakit," tutur Yuri.

Oleh karena itu, untuk memastikan penyakit yang diidapnya maka harus dilakukan tes laboratorium.

 

Itulah sebabnya diperlukan tes swab, bukan sekadar rapid test.

Baca juga: Cerita Pembuatan RI-GHA, Alat Rapid Test Murah Buatan Anak Bangsa, Hasilnya Diklaim Akurat

Lebih lanjut Yuri menjelaskan pemeriksaan spesimen terhadap satu individu tidak hanya sekali, bahkan ada yang dua hingga tiga kali.

"Karena kita yakini tidak satu spesimen satu orang, ada satu orang dengan 3 spesimen, 2 spesimen. Misalnya diambil dari nasovaring dan orovaring artinya 2 spesimennya tetapi orangnya satu," kata Yuri.

"Setelah ketemu orangnya masih harus kita verifikasi, ini kasus baru atau kasus follow up.” lanjutnya.

Setiap kasus baru yang diidentifikasi maka harus diregistrasi (pemberian nomor kasus), inilah yang kemudian menjadi acuan untuk pelaksanaan contact tracing.

Baca juga: Ombudsman Sebut Biaya Rapid Test di Kaltara Rp 1 Juta Tak Ada Dasar Hukum

Tujuannya menemukan sumber infeksi supaya tidak menjadi sumber penularan di tengah masyarakat.

"Hal ini sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta pemeriksaan spesimen secara masif, bukan massal. Ini yang harus kita bedakan masif dengan massal," tegas Yuri.

Dia menjelaskan, pemeriksaan secara masif artinya mengacu kepada contact tracing.

Jadi semua orang yang dicurigai dari contact tracing harus dilakukan tes.

Ini untuk mencari dan mengisolasi agar tidak menjadi sumber penularan di komunitasnya.

"Kalau massal siapapun yang datang kita tes” tambah Yuri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com