JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid menilai, pengibaran bendera Bintang Kejora bukan merupakan tindakan makar.
Menurut Yenny, masyarakat Papua memiliki hak khusus untuk menggunakan lambang daerah seperti tercantum dalam undang-undang.
Hal itu diucapkan Yenny dalam diskusi daring bertajuk "Aksi Protes Diskriminasi Rasialisme Mahasiswa Papua Berujung Sidang Makar", Kamis (25/6/2020).
"Saya rasa semua sih sepakat bahwa yang namanya mengibarkan bendera Bintang Kejora itu bukan makar," kata Yenny.
Baca juga: Kibarkan Bendera Bintang Kejora di Depan Istana, 6 Aktivis Papua Divonis 8 dan 9 Bulan Penjara
Yenny menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, sudah diatur bahwa Papua bisa mempunyai lambang daerah dalam bentuk bendera.
"Pasal 2-nya mengatakan, Papua punya hak kekhususan untuk menggunakan lambang daerahnya. Dalam hal ini bendera adalah simbol kultural dari Papua," kata Yenny Wahid.
Adapun, bunyi Pasal 2 Ayat (2) itu adalah:
"Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dansimbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk benderadaerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan."
Baca juga: Menyoal Status Tahanan Politik 7 Terdakwa Kasus Kerusuhan Papua...
Ia lalu mengaitkannya dengan apa yang dikatakan apa yang dikatakan ayahnya, Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
"Nyeletuknya gampang kalau Gus Dur bilang, yang namanya klub sepak bola saja punya bendera, apalagi masyarakat subetnis tertentu dalam masyarakat Indonesia tentu punya hak," ucap Yenny Wahid.
Dalam pandangannya, tak masalah untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora selama tidak dilihat sebagai bendera politik.
Kendati demikian, pengibaran bendera tersebut dianggap sebagai tindakan makar oleh aparat kepolisian.
Baca juga: Vonis 7 Tapol Papua atas Kasus Makar yang Dinilai sebagai Shock Therapy...
Setelah melalui proses sidang, majelis hakim menyatakan keenamnya terbukti melanggar Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 KUHP tentang makar.
Yenny menyoroti adanya intepretasi yang berlebihan oleh aparat keamanan atas suatu peristiwa.
Baca juga: 5 Aktivis Papua yang Kibarkan Bendera Bintang Kejora Bebas Setelah Jalani Vonis 9 Bulan Penjara
Dalam pandangannya, aparat terkesan terlalu sensitif atau oversensitive belakangan ini.
Yenny kemudian menyinggung soal unggahan guyonan Gus Dur terkait “polisi jujur” yang berujung pada penjemputan seorang warganet di Maluku Utara oleh aparat kepolisian.
“Makanya saya sampai komentar, ini ketawa saja sudah enggak boleh, apa orang Indonesia mau disuruh sakit gigi semua, karena hanya orang sakit gigi yang enggak bisa ketawa,” tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.