JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala mengatakan, kepatuhan Polri dalam memenuhi unsur dokumen penyidikan terbilang rendah. Itu karena sifat tergesa-gesa.
“Kelihatannya sifat kepolisian kan bergegas, yang penting kerja dulu, tangkap dulu misalnya, maka kemudian kepatuhan pada aspek administrasi itu menyusul,” kata Adrianus melalui video telekonferensi, Kamis (25/6/2020).
“Sering kali jalan dulu, tangkap dulu, baru kemudian berkas dibuat,” ujar Adrianus.
Baca juga: Kemenkumham, Polri, dan Kejaksaan Agung Minta Tambahan Anggaran, Nilainya Triliunan
Ketidakpatuhan tersebut tercermin pada survei kepatuhan hukum tahun 2019 yang dilakukan Ombudsman terhadap berkas perkara di kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri, dan lapas.
Pada aspek kepatuhan pemenuhan unsur dokumen, Ombudsman melihat kelengkapan maupun kesesuaian nomor surat, tanggal, hingga nama petugas yang terlibat.
Kepolisian mendapat skor 31,85 persen atau predikat kepatuhan rendah.
Ketidakpatuhan dapat mengakibatkan isi berkas perkara tidak tepat, tidak lengkap, atau muncul kesalahan.
Hal itu, kata Adrianus, berpotensi disalahgunakan.
Maka dari itu, Ombudsman meminta Polri untuk memperbaiki kinerja dalam hal administrasi perkara.
Dengan adanya berkas perkara penyidikan yang bermasalah, Adrianus kemudian menyoroti kelanjutan kasus.
Nyatanya, berkas tersebut dinyatakan lengkap oleh jaksa atau P21. Padahal, ia menuturkan, berkas yang diterima oleh jaksa seharusnya sudah sempurna baik secara materiil maupun formil.
“Ini ada semacam situasi sama tahu di antara polisi sama jaksa sehingga kemudian mau menerima berkas yang sebetulnya tidak sempurna, hingga lanjut sampai pengadilan bahkan sampai lapas,” tuturnya.
Survei ini diselenggarakan di 11 provinsi, yaitu Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Barat.
Baca juga: Era Erick Thohir, 22 Anggota TNI/Polri Masuk Jajaran Komisaris BUMN
Ombudsman meneliti empat berkas perkara di setiap daerah sehingga totalnya menjadi 44 kasus.
Kriteria kasus yang diteliti antara lain, kasus tindak pidana umum, hukuman di atas lima tahun, perkara diputus pada rentang waktu 2015-2019, serta telah berkekuatan hukum tetap pada tingkat pertama.
Total terdapat 35 dokumen yang diteliti untuk setiap kasus dari tahap penyidikan hingga pemasyarakatan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.