JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Gugatan yang dimohonkan oleh dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Eliadi Hulu dan Ruben Saputra, dinilai tidak beralasan menurut hukum.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan sidang yang disiarkan langsung melalui Youtube Mahkamah Konstitusi, Kamis (25/6/2020).
Baca juga: Jokowi, Lampu Motor Tak Menyala di Siang Hari, dan Gugatan UU LLAJ di MK...
Dalam gugatannya, Eliadi dan Ruben menyoal Pasal 107 Ayat (2) dan Pasal 293 Ayat (2) UU LLAJ.
Pasal 107 Ayat (2) UU LLAJ berbunyi, "Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari."
Sedangkan Pasal 293 Ayat (2) UU tersebut menyatakan, "Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)."
Pemohon meminta supaya frasa "siang hari" diganti menjadi "sepanjang hari". Namun demikian, permintaan tersebut tak dikabulkan Majelis Hakim.
Sebab, menurut Mahkamah, makna "siang hari" harus dilekatkan dengan keadaan pada saat hari terang. Mahkamah menilai bahwa tidak diperlukan pembagian pagi-siang-petang/sore untuk memaknai dua pasal tersebut.
Baik pagi maupun siang, ketika hari dalam keadaan terang, menurut Mahkamah, pengendara harus menyalakan lampu kendaraannya. Hal ini demi menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Baca juga: Ajukan Gugatan ke MK, Mahasiswa UKI Singgung Jokowi Tak Ditilang Saat Lampu Motor Mati
"Hal fundamental yang menjadi esensi persoalan sesungguhnya bukan membedakan pagi hingga sore hari dengan pengelompokan waktu, akan tetapi semangatnya adalah frasa 'siang hari' pada norma Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ tersebut yang dimaksudkan adalah hari sudah terang," ujar Hakim Suhartoyo.
Mahkamah berpandangan bahwa siang hari adalah saat yang terang. Pada umumnya pengendara dapat mengantisipasi keberadaan kendaraan lain, termasuk kendaraan di belakangnya melalui kaca spion.
Namun, karena ukuran dan bentuk sepeda motor yang mudah melakukan akselerasi di jalan serta bentuk sepeda motor relatif lebih kecil, seringkali pengendara lain tak bisa mengantisipasi keberadaan sepeda motor yang ada di belakangnya maupun dari depan.
Dengan kewajiban pengendara sepeda motor menyalakan lampu utama pada siang hari, Mahkamah menilai bahwa pengendara dapat dengan mudah mengantisipasi keberadaan sepeda motor yang ada di sekitarnya, baik yang berada di depan atau di belakang pengendara.
Sehingga, hal ini dapat menghindari terjadinya kecelakaan.
Baca juga: Mahasiswa Gugat Aturan Wajib Nyalakan Lampu Motor Siang Hari ke MK
Mahkamah menilai, tidak tepat jika seandainya frasa "siang hari" dalam Pasal 107 Ayat (2) UU LLAJ diubah menjadi “sepanjang hari”.
Sebab, jika demikian, aturan itu justru menjadi ambigu dan tumpang tindih dengan norma dalam Pasal 107 Ayat (1) UU LLAJ.
Selain itu, akan terjadi redundansi (pengulangan) pengaturan jika frasa “siang hari” dalam Pasal 293 ayat (2) diganti menjadi “sepanjang hari”. Frasa itu akan menjadi tidak sesuai dengan norma Pasal 293 ayat (1) UU LLAJ.
Jika frasa tersebut diubah menjadi "sepanjang hari", aparat penegak hukum akan kesulitan menerapkan sanksi terhadap pelanggar aturan.
"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendirian, makna frasa 'siang hari' sebagaimana yang termuat dalam Pasal 107 Ayat (2) UU LLAJ dan Pasal 293 Ayat (2) UU LLAJ telah jelas dan memberikan kepastian hukum," kata Suhartoyo.
Baca juga: UU Lalu Lintas Digugat ke MK, Ngabalin Sebut Jokowi Punya Privilege Tak Nyalakan Lampu Motor
Dalam permohonannya, Eliadi dan Ruben menyebut bahwa aturan wajib menyalakan lampu motor di siang hari yang dimuat pasal tersebut tidak berjalan adil.
Penilaian tersebut berangkat dari peristiwa penilangan yang dialami Eliadi pada Juli 2019 lalu. Saat itu, polisi menilang Eliadi lantaran tak menyalakan lampu motor saat berkendara di siang hari.
Namun, Eliadi merasa tidak terima lantaran penilarangan itu terjadi pada pukul 09.00 WIB yang menurutnya masih tergolong pagi hari.
Eliadi dan Ruben mengaitkan peristiwa penilangan tersebut dengan aktivitas Presiden Joko Widodo yang mengendarai motor dalam kondisi lampu yang juga tak menyala.
Peristiwa itu terjadi pada 4 November 2018 pukul 06.20 di Jalan Sudirman, Tangerang, Banten, saat Jokowi berkampanye untuk Pemilu 2019.
Baik sebagai presiden ataupun calon presiden petahana, menurut pemohon, seharusnya Jokowi tetap mematuhi peraturan perundang-undangan yang mewajibkan seseorang menyalakan lampu ketika berkendara di siang hari atau dalam keadaan tertentu.
Atau, jikapun Jokowi tak menyalakan lampu, seharusnya polisi menyatakan Jokowi melakukan pelanggaran lalu lintas.
Namun demikian, terkait lampu mati pada motor Jokowi itu tak disinggung oleh Mahkamah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.