Praktik tersebut juga terjadi di ruang publik sebanyak 29 kali dalam satu tahun terakhir, yakni di hotel, rumah kosong, halaman gedung, hingga area perumahan warga.
Temuan Kontras menyebutkan bahwa tindakan penyiksaan didominasi dengan "tangan kosong" seperti pemukulan sebanyak 49 kasus. Kemudian menggunakan senjata api 13 kasus, benda keras 12 kasus, listrik 4 kasus dan senjata tajam 2 kasus.
"Metode ini menyebabkan luka-luka seperti lebam, lecet, hingga kerusakan pada tulang dan fungsi organ tubuh bagian dalam. Metode penyiksaan seperti ini juga mengakibatkan tekanan dalam bentuk psikologis," ujar Rivanlee.
Baca juga: Dengar Pernyataan Mahfud, Kontras Pesimistis Penegakan Hukum di Papua Membaik
Dari temuan ini, ada beberapa hal yang direkomendasikan Kontras.
Pertama, evaluasi menyeluruh institusi Polri, TNI, maupun lembaga pemasyarakatan. Kontras meminta supaya evaluasi ini melibatkan pengawasan eksternal.
Kedua, Kontras meminta institusi-institusi negara independen yang punya kewenangan pengawasan, pemantauan, perlindungan dan pemulihan menggunakan alat ukur terpercaya untuk mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan penyiksaan.
"Ketiga, merumuskan merumuskan peraturan perundang-undangan nasional khusus mengenai penghapusan praktik penyiksaan dan tindakan atau penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi yang merendahkan manusia lainnya dengan mengacu pada keseluruhan substansi yang terkandung dalam UN CAT (Kovensi Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Penyiksaan," kata Koordinator Kontras Yati Andriyani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.