SETELAH lebih dari tiga bulan sejak awal Maret 2020 mendapat kepercayaan sebagai Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk memaparkan hasil kerja tim yang saya pimpin ini di depan Presiden Joko Widodo.
Untuk kali pertama, Presiden Jokowi menyambangi markas besar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di kawasan Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Rabu (10/6/2020).
Seluruh hasil kerja yang telah dilakukan oleh tim pakar, yang beranggotakan 95 ahli senior dan 27 pakar muda dari berbagai disiplin ilmu ini, kami paparkan di hadapan Presiden Jokowi.
Salah satu pencapaian yang kami sampaikan adalah keberhasilan Indonesia memproduksi alat pelindung diri (APD).
Baju hazmat berwarna putih yang selalu digunakan para tenaga kesehatan, baik dokter maupun perawat, memang menjadi perangkat penting yang harus dikenakan agar tidak terpapar oleh pasien Covid-19.
Kebutuhan akan APD memang langsung melonjak pesat seiring dengan peningkatan masyarakat Indonesia yang terpapar Covid-19.
Puluhan rumah sakit serta kantor-kantor dinas kesehatan di berbagai daerah di Indonesia mengeluhkan minimnya sarana APD terutama baju hazmat.
Tak heran, dalam beberapa kesempatan tayangan berita di televisi memperlihatkan para tenaga kesehatan di sejumlah daerah terpaksa menggunakan jas hujan plastik seharga Rp 10.000 untuk melindungi diri agar tidak terpapar Covid-19.
Padahal, jas hujan tersebut sangat tidak direkomendasikan dan jauh dari kata aman agar tidak terpapar Covid-19. Namun, pertimbangannya pasti daripada sama sekali tidak mengenakan alat pelindung.
Keterbatasan APD selama masa pandemi Covid-19 memang tak lepas dari ketergantungan Indonesia yang selama ini selalu mengimpor dari luar negeri.
Dalam situasi pandemi global yang dialami merata di berbagai belahan negara di dunia, tentu negara-negara yang selama ini mengekspor APD ke Indonesia otomatis akan membatasi kuota pengirimannya.
Hal itu tak bisa disalahkan karena mereka juga membutuhkan barang tersebut untuk mengatasi persoalan yang sama seperti dialami di Indonesia.
Hukum supply and demand pun akhirnya berlaku. Tingginya kebutuhan akan APD yang meningkat pesat berbanding lurus dengan kenaikan harga yang signifikan.
Jika sebelum terjadi pandemi Covid-19 harga normal hazmat hanya berkisar Rp 150.000, namun per April 2020 ketika pandemi mencapai puncaknya, harganya sudah melonjak hingga Rp 900.000.
Kami dari Tim Pakar dengan berbagai keahlian yang kami miliki tentu merasa terpanggil dengan situasi seperti ini.