Alissa menuturkan, peristiwa dipanggilnya Ismail oleh Polres Kepulauan Sula menjadi peringatan bahwa ada persoalan di dalam kehidupan berdemokrasi di masyarakat.
Persoalan yang dialami Ismail hanya satu dari sekian kasus serupa yang juga pernah terjadi di Tanah Air dalam beberapa waktu terakhir.
"Kita tahu ada beberapa jurnalis yang dia menulis dengan kaidah jurnalisme yang akuntabel, kemudian disampaikan melalui kanal media yang resmi, itu dilaporkan atas nama pencemaran nama baik," kata Alissa.
"Jadi problem kita jauh lebih besar dari humor Gus Dur yang sampai ke polisi kemarin itu. Tapi problem kemerdekaan berpendapat yang bergesekkan dengan perasaan mudah tersinggung," imbuh dia.
Baca juga: Polri: Pengunggah Guyonan Gus Dur Tak Diproses Hukum, Anggota Ditegur
Menurut dia, perbedaan pendapat di suatu negara yang menganut sistem demokrasi adalah hal yang wajar. Justru, demokrasi yang sehat dibangun berdasarkan partisipasi masyarakat.
"Kan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Kalau dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, maka suara rakyat itu menjadi sangat penting. Termasuk di dalamnya kritik ini," ujarnya.
Kritik, imbuh dia, seharusnya dapat digunakan pemerintah untuk tidak bertindak secara sepihak.
Dalam hal ini, pemerintah berkuasa atas dasar mandat yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah. Namun, ia menambahkan, sering kali pemerintah kuasa itu diartikan sebagai kekuasaan pemerintah.
"Nah, kekuasaan pemerintah perlu untuk selalu diseimbangkan dengan pandangan yang berbeda. Kalau tidak akan menjadi pasif, otoriter," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.