JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengungkapkan, penangkapan seseorang tidak boleh dilakukan dengan tujuan menakut-nakuti atau mengancam.
Pernyataan Asfinawati itu menanggapi langkah Polres Kepulauan Sula, Maluku Utara yang memanggil pengunggah guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahmah Wahid soal polisi jujur.
"Penangkapan itu cuma bisa untuk proses hukum, bukan untuk yang lain-lain. Misalnya nakut-nakutin orang atau ancaman untuk memaksa orang melakukan sesuatu kalau mau dilepas," kata Asfinawati ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (18/6/2020).
Menurut dia, tindakan polisi dalam kasus tersebut berlebihan dan represif.
Baca juga: Pembatalan Diskusi hingga Kasus Lelucon Gus Dur, Potret Kebebasan Berpendapat Menurun
Asfinawati menambahkan, langkah polisi itu menghambat kebebasan berpendapat.
Padahal, Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Dalam kasus tersebut, YLBHI turut menyoroti isu konflik kepentingan yang dimiliki oleh polisi.
"Dia konflik kepentingan karena bela dirinya sendiri atau polisi. Privilege yang tidak ada untuk lembaga lain," ujar Asfinawati.
Diberitakan, Ismail Ahmad, seorang warga Kepulauan Sula, Maluku Utara, dibawa ke Polres Kepulauan Sula untuk dimintai keterangan terkait unggahannya di Facebook.
Baca juga: Pengunggah Guyonan Gus Dur Diperiksa, Amnesty: Kepolisian Anti-kritik
Adapun Ismail mengunggah guyonan Gus Dur yang berbunyi, “ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng”.
Kepada Kompas.com, Ismail bercerita bahwa dia mengunggah guyonan itu pada Jumat (12/6/2020) pagi sekitar jam 11.00 WIT.
Dia tidak menyangka bahwa postingan itu akan berakhir di kantor polisi untuk dimintai klarifikasi.
"Hari Jumat itu saya buka Google, baca artikel guyonan Gus Dur. Di situ ada kata yang saya anggap menarik,” kata Ismail, Kamis.
"Saya tidak berpikir kalau mereka tersinggung, soalnya saya lihat menarik saya posting saja. Saya juga tidak ada kepentingan apa-apa," katanya lagi.
Baca juga: Penggunggah Guyonan Gus Dur Diperiksa, Ombudsman Sebut Polisi Intimidatif
Setelah mengunggah guyonan itu, Ismail lantas ke masjid melaksanakan shalat Jumat. Begitu pulang, dia melihat WhatsApp dari sekda yang meminta agar postingannya dihapus.
"Saya langsung hapus tanpa melihat lagi komentar-komentar," ujarnya.
Tak lama, sejumlah polisi datang ke rumah Ismail, memanggilnya ke kantor untuk dimintai klarifikasi soal postingan tersebut.
"Sampai di kantor tanya alasan postingan itu dan saya cerita sesuai yang saya alami,” ujar Ismail.
Setelah dimintai keterangan, Ismail dipersilakan kembali ke rumah dan sempat wajib lapor selama dua hari.
Baca juga: Istana: Tito Karnavian Juga Pernah Mengutip Lelucon Gus Dur...
Dia juga diminta menyampaikan permohonan maaf terkait dengan postingannya tadi.
"Setelah saya sampaikan permohonan maaf pada Selasa (16/6/2020), maka masalah itu sudah selesai dan sejak saat itu saya tidak lagi wajib lapor," ucap Ismail.
Sementara Kabid Humas Polda Maluku Utara, AKBP Adip Rojikun menjelaskan bahwa masalah itu sudah diselesaikan oleh Polres Kepulauan Sula.
"Itu mengedukasi, tapi sudah selesai," kata Adip singkat.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.