JAKARTA, KOMPAS.com - Bebasnya mantan Bendara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin diwarnai beda pandangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Terutama terkait status justice collaborator (JC) pada Nazaruddin.
Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianti menyebut, Nazaruddin dapat bebas setelah mendapat status JC dari KPK.
Menurut Rika, status JC itu berdasarkan Surat nomor R-2250/55/06/2014 tanggal 9 Juni 2014 perihal surat keterangan atas nama Muhammad Nazaruddin dan Surat Nomor R.2576/55/06/2017 tanggal 21 Juni 2017, perihal permohonan keterangan telah bekerja sama dengan penegak hukum atas nama Mohammad Nazaruddin.
Baca juga: Status Justice Collaborator Nazaruddin Dibantah KPK, Ini Penjelasan Ditjen PAS
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan keberadaan dua surat tersebut. Namun, ia membantah bahwa surat itu menandakan Nazaruddin telah berstatus JC.
"Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC untuk tersangka MNZ," kata Ali.
Menurut Ali, surat tersebut dikeluarkan karena Nazaruddin telah mengungkap sejumlah perkara korupsi, yakni pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, pengadaan e-KTP di Kemendagri, perkara dengan terdakwa Anas Urbaningrum.
Selain itu, Nazaruddin juga telah membayar lunas denda ke kas negara.
Baca juga: Jubir: KPK Tak Pernah Tetapkan Nazaruddin sebagai Justice Collaborator
"Benar kami telah menerbitkan dua surat keterangan bekerjasama yang bersangkutan terhadap 2014 dan 2017 karena telah bekerjasama pada pengungkapkan perkara dan perlu diingat saat itu dua perkara MNZ telah inkracht," kata Ali.
Pakar hukum pidana pada Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar angkat bicara soal beda pandangan KPK dan Ditjen Pemasyarakatan tersebut.
"Kalau dia bukan pelaku utama ya JC. JC sama dengan surat keterangan bekerja sama. Ya (tidak salah Kemenkumham menyebut Nazaruddin sebagai JC)," kata Fickar kepada Kompas.com, Kamis (18/6/2020).
Fickar menekankan, bukan pelaku utama merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan status justice collaborator.
Baca juga: Nazaruddin Bebas, Status Justice Collaborator Dibantah KPK, hingga Yasonna Diminta Anulir
Ia menjalaskan, justice collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
Oleh sebab itu, Fickar pun menduga Nazaruddin tidak berstatus sebagai justice collaborator, melainkan whistleblower dalam kasus proyek e-KTP.
Whistleblower adalah adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
"Mungkin ketika Nazarudin melaporkan e-KTP yang kedudukannya sebagai whistleblower oleh Kemenkumham dianggap sebagai JC. Karena hampir di semua tindak pidana Nazaruddin sebagai pelaku utama," kata Fickar.
Baca juga: Status Justice Collaborator Nazaruddin Dibantah KPK, Ini Penjelasan Ditjen PAS
"Oleh karena itu KPK merasa belum pernah memberikan rekomendasi," kata Fickar menambahkan.
Diberitakan sebelumnya, Nazaruddin bebas dari Lapas Sukamiskin pada Minggu (14/6/2020) lalu setelah memperoleh cuti menjelang bebas.
Pihak Ditjen Pemasyarakatan menyebut Nazaruddin mendapat remisi hingga 49 bulan sehingga Nazaruddin dapat bebas lebih cepat.
"Pemberian remisi itu menegaskan status Nazaruddin sebagai JC, karena remisi tidak mungkin diberikan pada narapidana kasus korupsi yang tidak menjadi JC sesuai PP 99/2012," kata Rika.
Baca juga: Fakta Pembebasan Nazaruddin, Diusulkan oleh Kalapas Sukamiskin hingga Bayar Denda Rp 1,3 Miliar
Seperti diketahui, Nazaruddin divonis bersalah dalam kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet. Dia juga divonis atas penerimaan gratifikasi dan melakukan pencucian uang.
Dalam kasus korupsi Wisma Atlet, Mahkamah Agung menghukum Nazaruddin 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
Sedangkan, dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang, Nazaruddin dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Bila tidak dipotong remisi, maka Nazaruddin baru akan selesai menjalani masa hukumannya selama 13 tahun tersebut pada 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.