Nazaruddin menjalani sidang perdananya, mendengarkan surat dakwaan kasus suap proyek pembangunan Wisma Altet SEA Games 2011 pada 16 November 2011.
Ia didakwa melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap dalam bentuk cek senilai Rp 4,6 miliar dari Manager Marketing PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris.
Baca juga: Nazaruddin Punya Sekitar 60 Mobil dan Pabrik Minyak Kelapa Sawit
Jaksa mengatakan, Nazaruddin selaku anggota DPR tahun 2009-2014 bersama-sama dengan Neneng Sri Wahyuni (istri Nazaruddin) memperkenalkan Rosa selaku Direktur Marketing PT Anak Negeri kepada anggota DPR asal Fraksi Partai Demokrat Angelina Sondakh. Nazaruddin meminta Angie supaya Rosa difasilitasi mendapat proyek-proyek di DPR.
Selain itu, Nazaruddin juga sempat mengenalkan Rosa dengan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, dan meminta Wafid agar Rosa dapat difasilitasi mendapat proyek wisma atlet.
Ia juga meminta agar PT DGI mendapat proyek pembangunan tersebut.
Menurut jaksa, uang Rp 4,6 miliar yang diberikan El Idris kepada terdakwa adalah realisasi pemberian fee 13 persen yang telah disepakati sebelumnya dari kesepakatan proyek tersebut.
Ungkit Anas dalam Eksepsi
Nazaruddin menyebut nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum saat membacakan nota pembelaan atau eksepsi dalam perkara yang menjeratnya.
Nazaruddin menyebut Anas telah memutuskan agar PT Adhi Karya memenangi proyek sarana olahraga di Hambalang, Bogor.
Baca juga: Peringatan Hakim kepada Nazaruddin: Kalau Berbohong, Nanti Hidung Tambah Panjang
"Bapak Anas Urbaningrum yang memutuskan bahwa yang menang di proyek Hambalang adalah PT Adhi Karya, bukan PT DGI. Yang menyampaikan saat itu adalah Bapak Mahfud Suroso (Direktur Dutasari Citralaras,) yang merupakan teman dekat dari Anas Urbaningrum," ujar Nazaruddin saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/12/2011).
Nazaruddin menjelaskan, alasan agar PT Adhi Karya memenangi proyek bernilai Rp 1 triliun tersebut karena PT DGI tidak dapat membantu Anas untuk memberikan biaya kongres Partai Demokrat.
Dalam kongres itu, membutuhkan dana sekitar Rp 100 miliar agar Anas dapat memenangkan dirinya sebagai Ketua Umum PD.
Belakangan, Anas terbukti bersalah dalam kasus proyek Hambalang tersebut.
Divonis Bersalah
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun dan 10 bulan penjara serta denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kuraungan penjara kepada Nazaruddin pada 20 April 2012.
Nazaruddin dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap berupa cek senilai Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah.
Menurut majelis hakim, Nazaruddin mengatur pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek wisma atlet.
Baca juga: Akal-akalan Nazaruddin Samarkan Harta Puluhan Miliar Hasil Korupsi
Uang dalam bentuk lima lembar cek yang diterima Nazaruddin dari PT DGI itu merupakan realisasi commitment fee 13 persen yang disepakati pihak PT DGI dengan Nazaruddin.
Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin dari 4 tahun 10 bulan menjadi 7 tahun penjara. MA juga menambah hukuman denda untuk Nazaruddin dari Rp 200 juta menjadi Rp 300 juta.
MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menyatakan Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Kami menilai Nazaruddin terbukti sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 12b Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, sesuai dakwaan pertama. Kalau di pengadilan judexfactie dia hanya terbukti menerima suap saja, menurut MA, dia (Nazaruddin) secara aktif melakukan pertemuan-pertemuan,: kata Hakim Agung Artidjo Alkostar yang menangani perkara tersebut.
Terjerat Kasus TPPU
Setelah dibui karena kasus korupsi Wisma Atlet, Nazaruddin kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus penerimaan gratifikasi dan pencucian uang.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pun memvonis Nazaruddin bersalah dalam kasus tersebut dan menjatuhi hukuman pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Baca juga: Susahnya Melacak Aset Nazaruddin
Dalam perkara ini, Nazaruddin didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.