Pada tahun 2000, sempat muncul kelompok yang ingin menghidupkan kembali Piagam Jakarta dalam Amandemen UUD 1945.
PBNU berpandangan, keberadaan RUU HIP justru akan kembali menyeret Indonesia pada konflik ideologi semacam itu.
"RUU HIP justru memberi ring kontestasi ideologi itu," ujar Rumadi.
Baca juga: PBNU: Persoalan RUU HIP Bukan Sebatas Ada Tidaknya TAP MPRS XXV
Ia juga mengatakan, persoalan RUU HIP bukan hanya sebatas tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 soal Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunis/Marxisme sebagai konsideran RUU.
Namun, masih banyak persoalan lainnya seperti landasan pemikiran dan sejumlah pasalnya yang menyangkut Trisila dan Ekasila.
"Soal TAP MPRS itu hanya salah satu persoalan," kata dia.
3. Masukan PP Muhammadiyah
PP Muhammadiyah juga menyambut baik langkah pemerintah menunda pembahasan RUU HIP.
Namun, langkah itu dinilai belum cukup. Pemerintah dan DPR diminta menghentikan serta mencabut RUU HIP, dan tak mengajukan RUU serupa lagi.
"DPR dan pemerintah tidak perlu mengajukan lagi RUU Pengganti RUU HIP dengan nama apapun juga," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti kepada Kompas.com, Rabu (17/6/2020).
PP Muhammadiyah menyarankan agar pemerintah lebih dulu bersurat resmi kepada DPR terkait penundaan pembahasan RUU ini.
Keterangan lisan yang disampaikan oleh Mahfud MD saja dinilai tidak cukup.
Setelah pemerintah menyampaikan surat, barulah DPR mengambil keputusan mencabut RUU tersebut.
Mu'ti mengatakan, RUU HIP tidak hanya bermasalah secara substansi, tetapi juga dalam hal urgensi.
Menunda untuk kemudian melanjutkan pembahasan RUU ini dinilai akan kembali menimbulkan kegaduhan dan penolakan.
"DPR hendaknya memenuhi arus besar masyarakat yang menolak RUU HIP," kata Mu'ti.
Menurut dia, DPR perlu mengambil langkah cepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
"Keputusan DPR perlu ditetapkan pada kesempatan pertama untuk memastikan dan memberikan kepercayaan masyarakat bahwa RUU HIP benar-benar dihentikan pembahasannya atau dicabut," kata dia.
Mu'ti sebelumnya menyampaikan bahwa pembahasan RUU menyangkut Pancasila tak ada urgensinya. Sebab, Pancasila telah memiliki kedudukan dan fungsi yang kuat sebagai dasar negara.
"Landasan perundang-undangan tentang Pancasila telah diatur dalam TAP MPRS No XX/1966 juncto TAP MPR No V/1973, TAP MPR No IX/1978 dan TAP MPR No III/2000 beserta beberapa regulasi turunan turunannya sudah sangat memadai," kata Mu'ti.
Baca juga: PP Muhammadiyah Minta DPR dan Pemerintah Cabut RUU HIP
Ia khawatir, bila RUU HIP disahkan maka dapat menurunkan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
Terlebih, ada sejumlah materi yang dinilai bertentangan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, terutama pada Bab III Pasal 5, 6, dan 7.
Selain itu, pembentukan RUU HIP juga bertentangan dengan asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan yang tepat sesuai peraturan perundang-undangan.
"Materi-materi yang bermasalah tersebut secara substantif bertentangan dengan Pancasila yang setiap silanya merupakan satu kesatuan yang utuh," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.