JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintah menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) disambut baik tiga organisasi masyarakat (ormas) Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah bahkan meminta pembahasan RUU bukan hanya ditunda, tetapi juga tak dilanjutkan atau dicabut.
Pengumuman penundaan pembahasan RUU ini sendiri disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, Selasa (16/6/2020).
"Terkait RUU HIP, pemerintah menunda untuk membahasnya," ujar Mahfud dikutip dari akun Twitter-nya, Selasa.
Baca juga: PP Muhammadiyah Minta DPR dan Pemerintah Cabut RUU HIP
Mahfud mengatakan, pemerintah meminta DPR, sebagai pengusul RUU HIP, untuk lebih banyak menyerap aspirasi masyarakat.
Di sisi lain, kata Mahfud, pemerintah tengah berkonsentrasi menanggulangi pandemi Covid-19.
"Pemerintah masih lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemi Covid-19. Menko Polhukam dan Menkum HAM diminta menyampaikan ini (keputusan tunda pembahasan)," kata dia.
Merujuk hal tersebut, pemerintah pun memutuskan untuk tidak mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR guna membahas RUU HIP.
1. Sikap MUI
MUI menilai bahwa keputusan pemerintah menunda pembahasan RUU HIP adalah langkah tepat.
MUI bahkan menyarankan supaya pembahasan bukan hanya ditunda, tetapi juga tak dilanjutkan.
"Bagus, dan yang lebih bagus lagi kalau DPR dan pemerintah sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasannya," kata Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas kepada Kompas.com, Rabu (17/6/2020).
Anwar menyebut bahwa secara logika hukum, keberadaan RUU HIP aneh.
RUU tersebut mengatur soal Pancasila, padahal Pancasila merupakan sumber hukum itu sendiri.
Baca juga: Pembahasan RUU HIP Ditunda Pemerintah, MUI: Lebih Baik Tak Dilanjutkan
Pancasila merupakan dasar yang memberi napas dan menjiwai UUD 1945, sedangkan UUD 1945 adalah undang-undang tertinggi.
Di bawah UUD, ada undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
"Lalu timbul pertanyaan, kok Pancasila-nya dijadikan dan diolah jadi undang-undang? UU itu kan di bawah UUD 1945," ujar Anwar.
"Semestinya semua undang-undang yang ada di negeri ini dinapasi dan dijiwai oleh Pancasila," kata dia.
Mengatur Pancasila dalam sebuah undang-undang, kata Anwar, berarti merusak Pancasila itu sendiri.
Sebelumnya Anwar menyampaikan bahwa RUU ini bersifat sekuler dan ateistik sehingga menyimpang dari kesepakatan para Founding Fathers ketika mendirikan bangsa Indonesia.
"Konsep yang mereka usung dalam RUU ini sudah jelas sangat-sangat sekuler dan ateistik serta benar-benar sudah sangat jauh menyimpang dari kesepakatan yang pernah dibuat oleh para The Founding Fathers kita dahulu ketika mereka membentuk dan mendirikan bangsa dan negara ini," kata dia.
Anwar mengatakan, sila pertama dan utama dari Pancasila itu sendiri adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan demikian, segala sesuatu yang menyangkut nilai-nilai kemanusiaan, persatuan dan kesatuan serta demokrasi dan keadilan sosial, seluruhnya harus dijiwai dan dimaknai oleh sila pertama itu.
Namun demikian, menurut Anwar, pandangan tersebut hendak dihilangkan melalui RUU HIP dengan adanya pasal dalam RUU yang mengatur tentang pemerasan Pancasila menjadi Trisila atau bahkan Ekasila.
Baca juga: Kritik MUI Terhadap RUU HIP: Sekuler dan Ateistik
Konsep Trisila dinilai Anwar sebagai degradasi konsep ketuhanan yang harus tunduk kepada manusia.