JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon gugatan adalah Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) yang diwakili ketua umumnya bernama dr. Mahesa Paranadipa Maykel.
Gugatan mereka berangkat dari langka dan mahalnya alat pelindung diri (APD) selama pandemi Covid-19. Menurut pemohon, hal ini berujung pada terancamnya kesehatan para tenaga medis.
Bahkan, akibat kelangkaan APD dan harganya yang tinggi, sudah banyak tenaga medis meninggal dunia karena tertular corona.
"Fasilitas pelayanan kesehatan yang ingin menyediakan APD secara mandiri harus menghadapi harga APD yang meningkat tajam dan menjadi langka di pasaran," kata Kuasa Hukum pemohon Aisyah Sharifa dalam persidangan yang dipantau dari Youtube Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (17/6/2020).
Baca juga: Ketua Gugus Tugas Covid-19: Jumlah APD Cukup, Bahkan Lebihi Kapasitas
"Hal ini berujung pada banyak tenaga kesehatan yang tertular Covid-19 dalam dua bulan terakhir," lanjut dia.
Selain keberadaannya yang langka dan harganya yang tinggi, APD yang tersedia dinilai belum sesuai standar kesehatan.
Hal itu, menurut pemohon, menjadi salah satu penyebab banyaknya tenaga medis yang tertular virus.
"Ketiadaan pemerintah dalam regulasi penyediaan APD ini membuat banyak tenaga kesehatan bekerja tanpa menggunakan APD yang sesuai standar," ujar Aisyah.
Pada setiap undang-undang yang digugat pemohon menyoal satu pasal.
Pertama, Pasal 9 Ayat (1) UU Penyakit Menular yang menyabut bahwa "Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diberikan penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya".
Menurut pemohon, seharusnya para tenaga medis yang menangani Covid-19 diberi penghargaan, salah satunya dengan insentif.
Penghargaan lainnya yaitu santunan dari pemerintah pada keluarga tenaga medis dan nonmedis yang gugur saat bertugas menangani pandemi ini.
Baca juga: Larangan Dicabut, Masker dan APD Kini Boleh Diekspor Lagi
Aturan kedua yang digugat ialah Pasal 6 dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Pasal ini berbunyi, "Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan".
Mengingat pentingnya ketersediaan APD, pemohon berpangan bahwa seharusnya APD disebutkan sebagai "sumber daya yang diperlukan" dalam pasal tersebut.
Oleh karenanya, dalam petitumnya, pemohon meminta agar Majelis Hakim MK menyatakan frasa "dapat" dalam Pasal 9 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon juga meminta supaya Pasal 6 UU Kekarantinaan Kesehatan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagai ketersediaan APD, insentif bagi tenaga medis dan nonmedis yang menangani pandemi, santunan bagi keluarga tenaga kesehatan yang gugur, dan sumber daya pemeriksaan Covid-19 yang cukup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.