Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecam Pemberian Remisi, ICW Tuntut Yasonna Anulir Cuti Nazaruddin

Kompas.com - 17/06/2020, 21:15 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch menuntut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menganulir pemberian cuti menjelang bebas bagi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, ICW pun mengecam pemberian remisi sebanyak 49 bulan Nazaruddin yang membuat Nazaruddin bebas lebih cepat.

"ICW menuntut agar Menteri Hukum dan HAM segera menganulir keputusan cuti menjelang bebas atas terpidana Muhammad Nazaruddin," kata Kurnia, Rabu (17/6/2020).

Baca juga: Jubir: KPK Tak Pernah Tetapkan Nazaruddin sebagai Justice Collaborator

Kurnia menuturkan, ICW memiliki sejumlah catatan terkait pemberian remisi tersebut. Pertama, pemberian remisi terhadap Nazaruddin bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Mengacu pada PP 99 Tahun 2012, terpidana kasus korupsi harus bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator) guna mendapat remisi.

"Sedangkan menurut KPK, Nazaruddin sendiri tidak pernah mendapatkan status sebagai JC," kata Kurnia.

Kemudian, ICW menilai pemberian remisi bagi Nazaruddin mengindikasikan Kemenkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan.

Baca juga: Mantan Bendum Demokrat Nazaruddin Bebas, Jumlah Remisinya 45 Bulan 120 Hari

Sebab, semestinya Nazaruddin baru dapat bebas pada 2024 mendatang dengan hukuman pidana 13 tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya.

Pemberian remisi itu juga membuat Kemenkumham dinilai telah mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi.

"Dengan model pemberian semacam ini, maka ke depan pelaku kejahatan korupsi tidak akan pernah mendapatkan efek jera," ujar Kurnia.

ICW juga menyinggung temuan Ombudsman pada 2019 yang mendapati ruangan yang ditempati Nazaruddin di Lapas Sukamiskin lebih luas dibanding sel terpidana lainnya.

Jika temuan itu benar, menurut ICW, semestinya Kemenkumham tidak dapat memberikan penilaian berlakuan baik pada Nazaruddin sebagaimana disinggung dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a PP Nomor 99 Tahun 2012.

"Ditambah lagi poin berlakuan baik tersebut merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan remisi," kata Kurnia.

Diberitakan, Nazaruddin telah bebas dari Lapas Sukamiskin pada Minggu (14/6/2020) lalu setelah memperoleh Cuti Menjelang Bebas.

Baca juga: Bebas Bersyarat, Nazaruddin Sudah Lunasi Denda Rp 1,3 Miliar

Dikutip dari Antara, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Abdul Aris mengungkapkan Nazaruddin mendapat remisi sebanyak 4 tahun 1 bulan.

Sementara, Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti menyebut Nazaruddin bebas lebih cepat setelah mendapat status justice collaborator dari KPK.

Namun, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membantah bila KPK memberiman status JC kepada Nazaruddin.

Adapun dengan pemotongan hukuman itu, masa pidana Nazaruddin akan habis pada 13 Agustus 2020 mendatang. Namun, ia dapat menghirup udara bebas lebih cepat karena memperoleh Cuti Menjelang Bebas.

Baca juga: Fakta Pembebasan Nazaruddin, Diusulkan oleh Kalapas Sukamiskin hingga Bayar Denda Rp 1,3 Miliar

Seperti diketahui, Nazaruddin divonis bersalah dalam kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet. Dia juga divonis atas penerimaan gratifikasi dan melakukan pencucian uang.

Dalam kasus korupsi Wisma Atlet, Mahkamah Agung menghukum Nazaruddin 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

Sedangkan, dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang, Nazaruddin dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com