Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Tahanan yang Dipenjara karena Makar adalah Tahanan Politik

Kompas.com - 17/06/2020, 16:28 WIB
Devina Halim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

Ia berpandangan, seseorang dapat diproses hukum apabila memenuhi unsur pada salah satu atau ketiga pasal makar.

Namun, Fickar menegaskan, menyatakan pendapat tentang pengelolaan sebuah negara tidak dikategorikan sebagai makar.

Menurut dia, dalam konteks negara hukum demokrasi, hal itu termasuk dalam kebebasan mengemukakan pendapat.

Baca juga: Empat Warga Papua Terlibat Kerusuhan Terbukti Makar, Vonis Hakim Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

"Jadi konyol jika terhadap orang yang kritis dilakukan penuntutan itu namanya kriminalisasi oleh rezim yang paranoid," ucap Fickar.

Diberitakan, Polri mengklaim, ketujuh terdakwa asal Papua yang menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur, bukan merupakan tahanan politik.

Tujuh terdakwa yang disidangkan dengan dugaan makar yakni Alexander Gobay, Fery Kombo, Hengki Hilapok, Buchtar Tabuni, Irwanus Uropmabin, Steven Itlay, dan Agus Kossay.

"Mereka adalah murni pelaku kriminal yang mengakibatkan terjadi kerusuhan di Papua dan khususnya di Kota Jayapura," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono melalui keterangan tertulis, Rabu (17/6/2020).

Argo berdalih, banyak masyarakat Papua mengalami kerugian akibat provokasi yang dilakukan oleh ketujuh terdakwa.

Baca juga: Veronica Koman dan Data Tahanan Politik Papua, Dianggap Sampah hingga Harapan Tarik Pasukan

Polisi pun mengklaim memiliki bukti sehingga menjerat ketujuhnya dengan dugaan makar.

"Jelas mereka pelaku kriminal, sehingga saat ini proses hukum yang dijalani oleh mereka adalah sesuai dengan perbuatannya," tuturnya.

Menurut Argo, isu bahwa ketujuh terdakwa merupakan tahanan politik sengaja digulirkan oleh kelompok-kelompok kecil yang berunjuk rasa.

Diketahui, ketujuh warga Papua ini ditangkap di Jayapura dan Sentani dengan waktu yang berbeda-beda pada September 2019 setelah kerusuhan di Kota Jayapura.

Polisi lalu memindahkan ketujuh orang ini ke Polda Kaltim dengan alasan keamanan pada 4 November 2019.

Baca juga: Mahfud Bakal Pelajari Laporan dari BEM UI soal Tahanan Politik Papua

Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, tim jaksa yang diketuai Adrianus Tomana dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua mendakwa ketujuh orang tersebut membuat penghasutan untuk perbuatan makar.

Sidang tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur, 11 Februari 2020.

Oleh karena itu, ketujuh orang itu dikenakan dengan Pasal 106 KUHP, Pasal 110 ayat (1) KUHP, Pasal 82 APP No 12/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Pasal 160 KUHP, dan Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang penghasutan untuk membuat makar dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.

"Mereka ingin memisahkan diri dari negara Republik Indonesia," kata Adrianus dalam isi dakwaannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com