Pertama, kejahatan terhadap pemerintah. Salah satu contohnya adalah keinginan mengubah struktur pemerintah di luar konstitusi.
Kemudian, ada pula kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah. Terdiri dari, serangan atau ancaman terhadap hak-hak azasi warga atau penyalahgunaan wewenang.
"Kejahatan politik bisa dilakukan oleh siapa saja dan dalam berbagai bentuk kejahatan, baik oleh rakyat sebagai warga negara maupun oleh pemerintah sebagai penguasa negara," kata dia.
Fickar mengatakan, perbuatan makar diatur dalam KUHP.
Baca juga: 7 Terdakwa Rusuh Papua Didakwa Makar, Kuasa Hukum Ajukan 2 Poin Keberatan
Perbuatan makar melingkupi upaya membunuh presiden dan wakil presiden (Pasal 104), memisahkan diri dari NKRI sebagian atau seluruh wilayah (Pasal 106) dan menggulingkan pemerintahan secara tidak sah atau ilegal (Pasal 107).
Ia berpandangan, seseorang dapat diproses hukum apabila memenuhi unsur pada salah satu atau ketiga pasal makar.
Namun, Fickar menegaskan, menyatakan pendapat tentang pengelolaan sebuah negara tidak dikategorikan sebagai makar.
Menurut dia, dalam konteks negara hukum demokrasi, hal itu termasuk dalam kebebasan mengemukakan pendapat.
Baca juga: Empat Warga Papua Terlibat Kerusuhan Terbukti Makar, Vonis Hakim Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
"Jadi konyol jika terhadap orang yang kritis dilakukan penuntutan itu namanya kriminalisasi oleh rezim yang paranoid," ucap Fickar.
Diberitakan, Polri mengklaim, ketujuh terdakwa asal Papua yang menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur, bukan merupakan tahanan politik.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan