Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AHY: RUU HIP Berpotensi Munculkan Tumpang Tindih Sistem Ketatanegaraan

Kompas.com - 16/06/2020, 20:29 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan, partainya menolak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila yang diinisiasi oleh DPR.

Menurut dia, bila pembahasan RUU dilakukan saat ini, maka hal itu akan mengalihkan perhatian negara dan masyarakat di dalam menangani persoalan pandemi Covid-19 yang telah membuat kondisi perekonomian dan kesehatan publik menjadi rapuh.

"Sekali lagi kami tegaskan, RUU HIP ini tidak urgen untuk dibahas ke tahapan berikutnya," kata AHY melalui akun Twitter-nya, Selasa (16/6/2020).

Ia menambahkan, ada sejumlah hal fundamental yang membuat Demokrat menolak melanjutkan pembahasan RUU tersebut. Pertama, RUU HIP memunculkan tumpang tindih di dalam sistem ketatanegaraan.

Sebab, Pancasila sebagai landasan pembentukan Undang-Undang Dasar justru hendak diatur oleh Undang-Undang.

"Hal ini membuat Pancasila menjadi sekedar aturan teknis dan tidak lagi menjadi sumber nilai kebangsaan" kata dia.

Baca juga: Tunda RUU HIP, Yasonna Berharap DPR Dengar Masukan dari Masyarakat

Selain itu, RUU HIP juga dipandang mengesampingkan aspek historis, filosofis, yuridis, dan sosiologis Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi yang disusun oleh para pendiri bangsa.

Indikator yang paling sederhana, sebut AHY, tidak dimuatnya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

"Padahal, TAP MPR tersebut adalah landasan historis dalam membicarakan bagaimana Pancasila menjaga persatuan bangsa. Kita tidak lupa bagaimana sejarah membuktikan kelompok faham marxisme/komunisme di Indonesia pernah berusaha menghancurkan Pancasila. Ini yang kami tangkap juga jadi keprihatinan keluarga besar TNI," ungkap AHY.

Di samping itu, ia menambahkan, Demokrat sepakat dengan pendapat sejumlah organisasi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah yang menangkap adanya nuansa sekuleristik hingga ateistik di dalam draf RUU tersebut.

Salah satunya tercermin di dalam frasa '...Ketuhanan yang Berkebudayaan' yang tertuang di dalam Pasal 7 ayat (2) draf RUU HIP.

Frasa tersebut, imbuh AHY, seolah memuat upaya untuk mengingkari kesepakatan yang dibuat para pendiri bangsa untuk tetap memegang teguh NKRI berdasarkan semangat Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Jika dibiarkan, ini berpotensi mendorong munculnya konflik ideologi hingga perpecahan," kata AHY.

Baca juga: Jadi Polemik di RUU HIP, Ini Isi Tap MPRS XXV/1966

Selain itu, upaya memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila juga bertentangan dengan semangat Pancasila yang seutuhnya.

"Hal itu akan membuat negara ini hanya berpijak pada pilar sosial dan politik, bahkan hanya fokus pada urusan kegotongroyongan," pungkasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com