JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kelompok islam menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dilanjutkan.
Selain tidak adanya urgensi di dalam pembahasannya, RUU tersebut dinilai berpotensi membuka ruang pertarungan ideologi serta bersifat sekuler dan ateistik.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyatakan, Pancasila yang berlaku saat ini memiliki kedudukan dan fungsi yang kuat sebagai dasar negara. Oleh karena itu, tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk melanjutkan pembahasan RUU tersebut.
Padahal, berdasarkan Pasal 5 huruf e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undanganan, asas pembentukan suatu RUU yaitu kedayagunaan dan kehasilgunaan.
"RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahap berikutnya untuk disahkan menjadi UU," kata Mu'ti dalam konferensi pers virtual di Kantor PP Muhammadiyah, Senin (15/6/2020).
Baca juga: PKS: Aneh jika TAP MPRS Larangan Komunisme Tak Dijadikan Rujukan RUU HIP
Salah satu klausul yang cukup disorot yaitu ihwal keberadaan konsep Trisila dan Ekasila, serta frasa 'Ketuhanan yang Berkebudayaan'.
Menurut Mu'ti, memasukkan ketiga hal tersebut karena alasan historis kurang tepat. Sebab, banyak elemen yang dapat menuntut hal itu karena alasan yang sama.
Di dalam draf RUU HIP, konsep tersebut tertuang di dalam Pasal 7 yang terdiri atas tiga ayat, yakni:
1. Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
2. Ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
3. Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristailisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan, Pancasila merupakan norma fundamental yang kuat bagi bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila merupakan suatu bentuk pengkhianatan terhadap bangsa dan negara. Pasalnya, Pancasila harus dilihat dalam satu kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisah-pisah dan urutannya juga tidak boleh diubah.
"Mengubah-uubahnya dengan berbagai cara menjadi Trisila dan Ekasila jelas merupakan sebuah perbuatan yang tidak bertanggung jawab serta sangat-sangat berbahaya bagi eksistensi bangsa ini ke depannya karena yang namanya trisila dan ekasila itu adalah jelas-jelas bukan Pancasila," kata Anwar.
Baca juga: PPP Minta TAP MPRS Larangan Komunisme Masuk sebagai Konsideran RUU HIP
Lebih jauh, ia menambahkan, segala sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, serta demokrasi dan keadilan sosial, harus dijiwai dan dimaknai dengan sila pertama Pancasila, yaitu 'Ketuhanan Yang Maha Esa'.