JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai, kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjadi tanggungjawab Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal tersebut dikatakan Feri dalam diskusi online bertajuk 'Menakar Tuntutan Jaksa dalam Kasua Novel Baswedan' Senin (15/6/2020).
"Kasus seberat Novel Baswedan ini tentu juga harus menjadi tanggungjawab presiden. Dan itu sudah disampaikan presiden," kata Feri.
Feri mengatakan, Presiden Jokowi sudah menyampaikan pada publik bahwa kasus Novel adalah masalah yang serius dan harus ditindak tegas.
Baca juga: Komika Bintang Emon Kritik Kasus Novel, WP KPK: Wakili Suara Idealis Kaum Muda
Namun, jajaran di bawah presiden tidak menjalankan tindakan sesuai dengan apa yang diucapkan presiden.
"Ini yang tidak nyambung antara bos dengan apa yang dilakukan anak buah," ujarnya.
Menurut Feri, dalam sistem presidensial atau parlementer, presiden bisa memberhentikan pihak yang tidak menuruti arahan pimpinan negara.
Hal itu, lanjut dia, juga bisa dilakukan dalam konteks penanganan kasus penyiraman Novel Baswedan, Presiden Jokowi bisa melakukan pemecatan semacam itu.
"Kalau anak buah tidak benar responnya terhadap pernyataan presiden itu sudah diganti, jangankan jaksanya, jaksa agungnya bisa diganti," ungkapnya.
Baca juga: Ketika Kuasa Hukum Polisi Penyerang Novel Baswedan Minta Pembebasan Kliennya...
Diberitakan sebelumnya, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman satu tahun penjara.
Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.
Sementara itu, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
Baca juga: Bintang Emon Diserang, Serangkaian Teror Novel Baswedan, dan Upaya Pembungkaman...
Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ujar jaksa seperti dikutip dari Antara.
Atas perbuatannya itu, Rahmat dan Ronny dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat (2) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.