Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU HIP Banyak Ditolak, Wakil Ketua Baleg Minta Pengsul Masif Bangun Dialog

Kompas.com - 15/06/2020, 20:50 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya, tak mempermasalahkan banyak elemen masyarakat yang menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila yang menjadi RUU inisiatif DPR.

Willy mengatakan, seluruh kritikan dan masukan terkait RUU tersebut akan ditampung Baleg DPR.

"Ya, tentu suara-suara itu harus ditampung di dalam proses penyusunan RUU HIP," kata Willy saat dihubungi, Senin (15/6/2020).

Baca juga: Kritik MUI Terhadap RUU HIP: Sekuler dan Ateistik

Willy juga mengatakan, pengusul RUU Haluan Ideologi Pancasila dan Baleg akan masif berdialog dengan elemen masyarakat untuk menampung aspirasi.

"Kita minta agar pengusul bisa berdialog dengan elemen bangsa lah itu catatan penting, pengusulnya PDI-P," ujarnya.

Lebih lanjut, Willy menegaskan, Fraksi Partai Nasdem menolak melanjutkan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila, apabila TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunis/Marxisme tidak dicantumkan dalam konsideran draf RUU tersebut.

Menurut Willy, sikap yang sama juga disampaikan fraksi PPP, PAN, PKB dan PKB.

"Nasdem menolak melanjutkan pembahasan kalau tidak dicantumkan konsideran TAP MPRS tentang larangan ajaran komunis, dan awalnya fraksi-fraksi Islam juga menolak dan meminta dimasukkannya TAP MPRS, fraksi itu ada PAN, PPP, PKB, PKS," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, RUU Haluan Ideologi Pancasila banyak ditolak elemen masyarakat dan organisasi masyarakat karena tidak tercantumnya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunis/Marxisme dalam draf RUU tersebut.

Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri mendesak DPR RI mencabut Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Negara (HIP) karena dinilai bisa mengacaukan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan.

"Keberadaan UU HIP justru akan menimbulkan tumpang-tindih serta kekacauan dalam sistem ketatanegaraan maupun pemerintahan," kata Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri Mayjen TNI (Purn) Soekarno dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (12/6/2020) sore.

Baca juga: Tidak Ada Urgensi, Muhammadiyah Minta Pembahasan RUU HIP Dihentikan

Ia khawatir RUU HIP bertujuan menghidupkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI).

Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah menolak RUU HIP.

Selain itu, Soekarno memandang RUU HIP memiliki kekeliruan yang sangat mendasar apabila penjabaran Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm atau landasan bagi pembentukan UUD justru diatur dalam UU itu sendiri.

"Penjabaran Pancasila di bidang politik/pemerintahan, ekonomi, hukum, pendidikan, pertahanan serta bidang lainnya telah diatur dalam UUD 1945," kata Soekarno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com