JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai bahwa ada sejumlah persoalan dalam rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya PBNU Rumadi Ahmad mengatakan, persoalan tak sebatas pada tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 soal Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunis/Marxisme sebagai konsideran RUU.
"Soal TAP MPRS itu hanya salah satu persoalan," kata Rumadi kepada Kompas.com, Senin (16/6/2020).
"Kalau soal tidak adanya TAP MPRS XXV, kalau TAP itu dimasukkan, kan selesai, mudah," kata dia.
Baca juga: PBNU: Nilai RUU HIP Buka Ruang Terjadinya Konflik Ideologi
Di luar persoalan itu, menurut Rumadi, RUU HIP bermasalah pada landasan pemikiran dan sejumlah pasalnya yang menyangkut Trisila dan Ekasila.
RUU itu juga dinilai membuka peluang terjadinya konflik ideologi.
Padahal, harusnya seluruh pihak menjaga Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara.
"RUU ini disusun dengan cara yang sembrono, kurang sensitif dengan pertarungan ideologi," ujar Rumadi.
Ia menyampaikan, saat Indonesia didirikan, sudah terjadi pertarungan antara kelompok nasionalis Islam dan nasionalis sekuler.
Hal ini dibuktikan dengan adanya peristiwa pencoretan tujuh kata Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila
Tahun 1959, benturan ideologi kembali terjadi dengan munculnya kelompok Islam yang ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara. Akibatnya, muncul Dekrit Presiden 1959.
Pada tahun 2000, sempat muncul kelompok yang ingin menghidupkan kembali Piagam Jakarta dalam Amandemen UUD 1945.
PBNU berpandangan, keberadaan RUU HIP justru akan kembali menyeret Indonesia pada konflik ideologi semacam itu.
"RUU HIP justru memberi ring kontestasi ideologi itu," ujar Rumadi.
Baca juga: PKS: Aneh jika TAP MPRS Larangan Komunisme Tak Dijadikan Rujukan RUU HIP
Alih-alih membuat undang-undang yang menyinggung ideologi, PBNU menyarankan supaya DPR dan pemerintah memfokuskan pembahasan RUU tersebut pada penguatan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai lembaga implementasi Pancasila.
"Soal ideolginya sudah cukup dalam konstitusi dan sejumlah UU yang sudah ada," kata Rumadi.
RUU HIP telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna yang digelar pada 12 Mei 2020.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi, mengatakan, mulanya RUU HIP diusulkan PDI-P kemudian menjadi usul inisiatif Baleg DPR.
Menurut dia, Baleg DPR telah menerima berbagai masukan dan tanggapan terkait RUU HIP.
Salah satunya, soal TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Komunis/Marxisme agar dicantumkan sebagai konsideran dalam RUU.
Menurut Awi, usul soal TAP MPRS XXV/1966 sudah disampaikan secara resmi dalam rapat pleno Baleg yang digelar 22 April, sebelum RUU HIP disahkan sebagai usul DPR.
Namun, dalam draf RUU HIP yang telah disusun dan beredar, TAP MPRS tentang larangan komunisme itu belum dicantumkan sebagai salah satu konsideran.
Baca juga: PPP Minta TAP MPRS Larangan Komunisme Masuk sebagai Konsideran RUU HIP
Awi pun mengatakan, Fraksi PPP akan mendorong agar TAP MPRS itu dimasukkan dalam rumusan RUU HIP.
"Sudah diusulkan sejak awal, tapi kami kalah suara. Nanti ketika pembahasan dengan pemerintah kita gas lagi," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.