JAKARTA, KOMPAS.com - Dituntutnya dua oknum polisi yang menjadi terdakwa dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, menjadi babak lanjutan penanganan perkara tersebut.
Namun, tuntutan satu tahun penjara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmat terhadap kedua pelaku yang kini berstatus Brigadir Polisi nonaktif tersebut dinilai sejumlah pihak kurang memberikan rasa keadilan.
Terlebih, tuntutan tersebut jauh lebih singkat bila dibandingkan dengan perjalanan pengusutan perkara yang terjadi pada 11 April 2017 lalu ini.
"Pelaku, yang bisa saja membunuh Novel, tetap dikenakan pasal penganiayaan, sementara Novel harus menanggung akibat perbuatan pelaku seumur hidup," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan tertulis, Jumat (12/6/2020).
Baca juga: Penyerang Novel Dituntut Ringan, Jokowi Didesak Evaluasi Polisi dan Jaksa
Berikut perjalanan kasus Novel Baswedan hingga penuntutan, berdasarkan data yang dihimpun Kompas.com:
Penyiraman air keras 11 April 2017
Peristiwa penyiraman air keras oleh orang tidak dikenal itu terjadi sekitar pukul 05.10 WIB. Saat itu, Novel baru saja merampungkan ibadah shalat subuh di Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat peristiwa itu, kedua mata Novel mengalami luka bakar dan membuatnya harus dilarikan ke Singapura untuk menjalani perawatan di Singapore General Hospital guna memulihkan kondisinya.
Namun, hasil operasi menyebutkan bahwa kondisi mata kiri Novel tidak dapat melihat sama sekali. Sementara, mata kanan Novel terlihat masih ada kabut.
Baca juga: Novel Diserang, KPK Perkuat Pengamanan Para Penyidik
Diminta bentuk tim independen
Sebulan pasca-kasus penyerangan, Presiden Joko Widodo didesak untuk membentuk tim independen guna membantu pengungkapan kasus tersebut.
Desakan itu muncul dari berbagai kalangan termasuk lembaga swadaya masyarakat.
"Kami mendesak kepada pemreintah untuk terlibat. Terlibat melalui apa? Pemerintah bisa buat keppres atau tim independen," kata aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun pada 22 Mei 2017.
Namun, desakan tersebut tak kunjung direalisasikan oleh pemerintah.
Baca juga: Jokowi Belum Berencana Bentuk Tim Independen Kasus Novel Baswedan