Keempat, soal jumlah besaran kursi per partai per daerah pemilihan (dapil) untuk DPR dan DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Kelima, yaitu soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Doli menuturkan ada usul agar ambang batas presiden tetap, tidak ada sama sekali, atau disamakan dengan ambang batas parlemen.
"Ini beragam tapi hampir semua tetap menginginkan yang sekarang bahwa capres-cawapres diusung 20 persen suara 20 persen kursi di DPR. Ada juga yang mengusulkan agar tidak ada presidential threshold, ada juga yang presidential disamakan dengan parliamentary threshold," ujar Doli.
Diingatkan agar tak atur hal teknis
DPR sudah sejak lama didesak agar segera merevisi UU Pemilu. Khususnya setelah Mahkamah Konstitusi (MK), pada Februari, memutuskan pemilu digelar serentak.
Baca juga: Wacana Revisi Parliamentary Threshold di Tengah Elektabilitas Parpol yang Merosot
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadhli Ramadhanil menilai pembahasan RUU Pemilu akan memakan waktu panjang.
Menurut Fadhli, hal tersebut akan memudahkan DPR dan pemerintah untuk melakukan sosialiasi UU Pemilu yang baru jika selesai lebih awal.
"Karena itu, agar kita butuh waktu yang cukup panjang agar bisa mensimulasikan banyak pilihan. Dan tentu saja menghitung implikasi teknis dari setiap pilihan-pilihan model pemilu serentak," kata Fadhli di Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Namun, DPR diingatkan agar tak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan teknis pemilu. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, mengingatkan agar RUU Pemilu tidak bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan tertentu dalam jangka pendek.
Baca juga: Ini Tiga Opsi Parliamentary Threshold yang Sedang Dibahas di DPR
Ia berharap RUU Pemilu mampu memperbaiki penyelenggaraan demokrasi di Indonesia agar benar-benar substantif.
"UU ini idealnya punya jangka waktu panjang, bukan hanya lima tahun dengan situasi tertentu dan kepentingan tertentu atau powerblock dan power struggle tertentu siklus lima tahunan," kata Fadli dalam diskusi 'Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia', Selasa (9/6/2020).
Menurut Fadli, selama ini UU Pemilu direvisi tiap lima tahun sekali menjelang gelaran pemilu dengan membahas seputar hal-hal teknis.
"Saya kira jangka itu mungkin 10 tahun, 15 tahun, atau idealnya 20 tahun sehingga ada kontinuiti. Kalau kita lihat dalam UU Pemilu kita tidak terjadi kontinuiti, malah diskontinuiti dan kembali pertarungan awal," ucap Fadli.
"Misal, masalah apakah sistem proporsional terbuka, apakah proporsional tertutup, atau perhitungan. Jadi kita kembali pada kepentingan jangka pendek parpol," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.