Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Isu Klasik dalam Pembahasan RUU Pemilu dan Janji DPR Menyelesaikan pada 2021

Kompas.com - 10/06/2020, 07:40 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Keempat, soal jumlah besaran kursi per partai per daerah pemilihan (dapil) untuk DPR dan DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Kelima, yaitu soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Doli menuturkan ada usul agar ambang batas presiden tetap, tidak ada sama sekali, atau disamakan dengan ambang batas parlemen.

"Ini beragam tapi hampir semua tetap menginginkan yang sekarang bahwa capres-cawapres diusung 20 persen suara 20 persen kursi di DPR. Ada juga yang mengusulkan agar tidak ada presidential threshold, ada juga yang presidential disamakan dengan parliamentary threshold," ujar Doli.

Diingatkan agar tak atur hal teknis

DPR sudah sejak lama didesak agar segera merevisi UU Pemilu. Khususnya setelah Mahkamah Konstitusi (MK), pada Februari, memutuskan pemilu digelar serentak.

Baca juga: Wacana Revisi Parliamentary Threshold di Tengah Elektabilitas Parpol yang Merosot

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadhli Ramadhanil menilai pembahasan RUU Pemilu akan memakan waktu panjang.

Menurut Fadhli, hal tersebut akan memudahkan DPR dan pemerintah untuk melakukan sosialiasi UU Pemilu yang baru jika selesai lebih awal.

"Karena itu, agar kita butuh waktu yang cukup panjang agar bisa mensimulasikan banyak pilihan. Dan tentu saja menghitung implikasi teknis dari setiap pilihan-pilihan model pemilu serentak," kata Fadhli di Jakarta, Rabu (4/3/2020).

Namun, DPR diingatkan agar tak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan teknis pemilu. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, mengingatkan agar RUU Pemilu tidak bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan tertentu dalam jangka pendek.

Baca juga: Ini Tiga Opsi Parliamentary Threshold yang Sedang Dibahas di DPR

Ia berharap RUU Pemilu mampu memperbaiki penyelenggaraan demokrasi di Indonesia agar benar-benar substantif.

"UU ini idealnya punya jangka waktu panjang, bukan hanya lima tahun dengan situasi tertentu dan kepentingan tertentu atau powerblock dan power struggle tertentu siklus lima tahunan," kata Fadli dalam diskusi 'Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia', Selasa (9/6/2020).

Menurut Fadli, selama ini UU Pemilu direvisi tiap lima tahun sekali menjelang gelaran pemilu dengan membahas seputar hal-hal teknis.

"Saya kira jangka itu mungkin 10 tahun, 15 tahun, atau idealnya 20 tahun sehingga ada kontinuiti. Kalau kita lihat dalam UU Pemilu kita tidak terjadi kontinuiti, malah diskontinuiti dan kembali pertarungan awal," ucap Fadli.

"Misal, masalah apakah sistem proporsional terbuka, apakah proporsional tertutup, atau perhitungan. Jadi kita kembali pada kepentingan jangka pendek parpol," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Pekan Depan

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi "Online" Pekan Depan

Nasional
Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Nasional
Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Nasional
Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Nasional
Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Nasional
Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Nasional
Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Nasional
Kubu Prabowo Anggap 'Amicus Curiae' Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Kubu Prabowo Anggap "Amicus Curiae" Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Nasional
Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Nasional
Ajukan 'Amicus Curiae', Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Ajukan "Amicus Curiae", Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Nasional
Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com