JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyesalkan maraknya kasus intimidasi terhadap para aktivis yang mengkritisi pemerintah dalam beberapa waktu terakhir.
"Selama periode bulan April hingga 8 Juni 2020, Amnesty International Indonesia mencatat adanya 14 kasus peretasan dan intimidasi digital yang dialami oleh aktivis hak asasi manusia dari lintas bidang," kata Usman dalam keterangan tertulis, Selasa (9/6/2020).
Usman mengatakan, salah satu intimidasi dialami oleh BEM UI yang menggelar diskusi virtual soal rasisme Papua pada akhir pekan lalu.
Baca juga: Veronica Koman: Mau Bicara soal Papua Memang Sulit Setengah Mati
Diskusi itu mengundang sejumlah pembicara yakni pengacara HAM Veronica Koman, pengacara HAM Papua Gustaf Kawer, dan seorang mantan tahanan politik papua yang tidak dipublikasikan namanya.
"Karena pembicara dianggap tidak kompeten maka ada desakan agar diskusi itu dibatalkan,” kata Usman.
Sebelumnya, beberapa akun memakai foto profil tak senonoh juga mengganggu jalannya sidang putusan PTUN Jakarta tentang pemblokiran internet Papua yang disiarkan secara virtual.
"Ini mengganggu tim pembela kebebasan pers yang mengikuti jalannya sidang," kata dia.
Diskusi virtual laporan Amnesty International Indonesia ke Komite HAM PBB tentang lima masalah HAM di Papua beberapa waktu lalu juga mendapat intimidasi.
Baca juga: Amnesty Internasional Sampaikan Lima Masalah HAM di Papua ke PBB
Tiga pembicara diskusi itu mendapat rentetan panggilan secara bersamaan dengan identitas penelepon dari luar Indonesia.
"Ini kan patut dipertanyakan. Bagaimana bisa tiga pembicara dalam diskusi yang sama mendapat panggilan bertubi-tubi dari lokasi yang serupa yaitu luar Indonesia?", ucap Usman.
"Belum lagi diskusi kami dipenuhi peserta yang membuat kegaduhan sepanjang diskusi. Menurut hemat kami itu adalah intimidasi terhadap perjuangan penegakan HAM di Papua,” kata dia.
Kasus lain yang banyak disorot adalah peretasan telpon seluler terhadap pegiat advokasi yang kerap mengkritik pemerintah, yakni Ravio Patra.
Baca juga: Penangkapan Aktivis Ravio Patra, dari Dugaan Akun Diretas hingga Tanggapan Istana
Ravio sempat ditahan dan dituduh menyebarkan pesan bernada provokatif melalui aplikasi Whatsapp, padahal saat itu aplikasinya sedang diambil alih peretas.
Usman menyesalkan kondisi ini. Meskipun, sudah banyak instrumen hukum yang dapat dijadikan acuan untuk menjamin hak asasi manusia (HAM), namun dalam praktiknya masih banyak laporan-laporan masuk tentang pelanggaran hak untuk berkumpul dan berekspresi secara damai.
Padahal, kebebasan berpendapat dan berekspresi telah secara jelas dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, serta Komentar Umum Nomor 34 terhadap Pasal 19 ICCPR.
"Instrumen ini mengikat seluruh negara yang meratifikasi, tanpa terkecuali Indonesia," kata Usman.
Baca juga: Komnas HAM Kecam Teror terhadap Jurnalis dan Panitia Diskusi CLS UGM
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.