JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memastikan bahwa tahun ajaran baru 2020/2021 akan tetap dimulai pada 13 Juli mendatang.
Meski belum ada keputusan terkait lokasi pelaksanaannya, tetapi rencana tersebut menimbulkan kekhawatiran. Terutama, munculnya episentrum baru Covid-19 di dunia pendidikan, bila kegiatan belajar mengajar dilangsungkan di sekolah.
"Pola pengajaran yang konvensional dengan berkumpulnya siswa atau mahasiswa dalam satu lokasi dengan interaksi erat seperti di sekolah atau kampus berpotensi memunculkan episentrum besar," kata Ketua Umum Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI), Baktinendra Prawiro, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (7/6/2020).
Baca juga: Pola Pengajaran Konvensional di Tengah Pandemi Dinilai Picu Episentrum Besar
Hingga kini, penularan kasus Covid-19 masih terus terjadi. Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, total kasus terkonfirmasi positif hingga 7 Juni mencapai 31.186 orang. Jumlah ini bertambah 672 kasus dalam kurun 24 jam bila dibandingkan Sabtu (6/6/2020).
Kekhawatiran yang sama disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia, Unifah Rosyidi. Menurut dia, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah berpotensi menyebabkan penularan yang lebih cepat.
Pasalnya, para siswa, khususnya di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, masih rentan terpapar Covid-19. Hal itu disebabkan tingginya interaksi, baik antar murid maupun antara guru dengan murid, untuk level pendidikan tersebut.
"Jadi jangan tergesa-gesa kesannya. Harus betul-betul dikaji, itu pertama. Kedua, kalau mau dibuka harus dengan amat sangat hati-hati. Jadi mungkin dilihat case-nya di setiap daerah itu," kata Unifah pada 22 Mei lalu.
Baca juga: Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Bakal Dimulai Juli, PGRI: Jangan Tergesa-gesa
Sementara itu, Plt Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad menyatakan, dimulainya tahun ajaran baru bukan berarti siswa akan belajar di sekolah.
"Ini kadang-kadang rancu. Tahun ajaran baru jadi (dianggap) membuka sekolah. Tanggal 13 Juli, itu dimulainya tahun ajaran baru 2020/2021," jelas Hamid dalam telekonferensi di Jakarta, pada 28 Mei lalu.
Menurut dia, keputusan belajar di sekolah masih terus dikaji oleh Kemdikbud berdasarkan rekomendasi dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
KBM daring perlu konsistensi dan dukungan
Presiden Joko Widodo sebelumnya telah meminta masyarakat 'berdamai' dengan Covid-19 dan memulai fase kehidupan dengan kenormalan baru atau new normal.
Sebagai percontohan, ada empat provinsi dan 25 kabupaten/kota yang akan menerapkan kebijakan baru tersebut. Keempat provinsi itu adalah Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Gorontalo.
Baca juga: Klarifikasi Kemendikbud: Pembukaan Tahun Ajaran Beda dengan Pembukaan Sekolah
Dengan adanya kebijakan tersebut serta dimulainya tahun ajaran baru, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengkhawatirkan, kemungkinan terjadinya lonjakan kasus baru.
Untuk itu, IDAI merekomendasikan, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di masa pandemi. Salah satunya yaitu agar sekolah tidak dibuka setidaknya hingga Desember 2020.
Sebagai gantinya, kegiatan belajar mengajar tetap dilaksanakan dengan skema pembelajaran jarak jauh (PJJ) baik dalam jaringan maupun di luar jaringan menggunakan modul belajar dari rumah yang sudah disediakan Kemendikbud.
"Pembukaan kembali sekolah-sekolah dapat dipertimbangkan jika jumlah kasus COVID-19 telah menurun," tulis IDAI dalam keterangan tertulis di laman resminya, pada 30 Mei lalu.
Baca juga: 5 Anjuran IDAI agar Anak Aman Belajar Selama New Normal Pandemi Corona
Sementara itu, Rektor Universitas Kristen Maranatha (UKM) Bandung, Sri Widiyantoro mengungkapkan, pelaksanaan PJJ atau kegiatan belajar mengajar daring menuntut sejumlah syarat.
Mulai dari kedisiplinan dan motivasi tinggi baik dari tenaga pengajar maupun siswa, kemandirian, target, serta mahalnya pelaksanaan sistem daring tersebut.
Selain itu, ia menambahkan, para tenaga pengajar juga perlu melakukan pengembangan diri dalam proses pembelajaran tersebut. Pasalnya, meski pembelajaran telah dilaksanakan secara daring, tidak sedikit tenaga pengajar yang justru masih menggunakan cara tradisional di kelas daring.
"Banyak dosen masih menggunakan gaya tradisional di kelas online, menjadikan online hanya untuk memberikan bahan presentasi atau pengumuman tugas," kata dia.
Baca juga: Jelang New Normal, KPAI Minta Pemerintah Subsidi Kuota Internet dan Fasilitas Pembelajaran Daring
Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menilai, pelaksanaan tahun ajaran baru dapat dimulai baik di sekolah maupun madrasah dengan tetap menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh. Namun, pemerintah perlu menyederhanakan kurikulum yang menyesuaikan kondisi pandemi.
Pada saat yang sama, pemerintah juga perlu membantu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar daring dengan cara memberikan subsidi kuota internet dan fasilitas lainnya.
"Memberikan subsidi kuota internet, infrastruktur, dan fasilitas untuk belajar berbasis daring. Sebagai contoh, di Provinsi Papua, terdapat 608.000 siswa yang tidak terlayani pembelajaran daring mencapai 54 persen," kata dia.
Susanto pun menyarankan agar sebagian alokasi dana desa yang disalurkan pemerintah dapat disalurkan untuk membantu anak sekolah yang saat ini masih terkendala akses layanan pendidikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.