Oleh: Ferdian Andi
TATANAN normal baru (new normal) di tengah pandemi Covid-19 belakangan menjadi diskursus yang banyak dibicarakan oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun di pemerintah daerah.
Saat ini, mulai dirumuskan skema tatanan normal baru di tengah wabah Covid-19 untuk sejumlah sektor seperrti ekonomi, pendidikan, termasuk di bidang keagamaan.
Gagasan tatanan normal baru ini sebagai respons terhadap perkembangan terkini atas pandemi Covid-19 ini yang dalam kenyataannya belum ditemukan vaksin.
Di sisi lain, data resmi dari Gugus Tugas Covid-19, di sejumlah daerah menunjukkan tren kurva yang menurun. Tatanan normal baru diharapkan dapat memantik perekonomian yang selama dua bulan lebih ini terganggu imbas Covid-19.
Pemerintah melalui Menteri Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 yang secara umum memberi panduan bagi dunia usaha dalam menjalankan tatanan hidup baru (new normal) dengan tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan terhadap penyebaran Covid-19.
Tatanan normal baru di tengah pandemi secara pasti juga terjadi dalam kehidupan bertata negara. Aktivitas kenegaraan yang direpresentasikan oleh cabang-cabang kekuasaan seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19.
Selama dua bulan lebih ini, dalam kenyataannya aktivitas kenegaraan tetap berjalan di tengah situasi kedaruratan.
Namun demikian, bertata negara di tatanan normal baru ini harus dipastikan prinsip-prinsip penting dalam bernegara seperti Indnesia sebagai negara hukum (rechstaat), semua sama di mata hukum (equal before the law), serta prinsip partispatif (partispatory) dalam pembuatan kebijakan publik tak bisa diabaikan begitu saja.
Menyongsong tatanan normal baru, bukan berarti mengabaikan prinsip dasar dalam negara yang menganut demokrasi konstitusional ini.
Legislasi partisipatif
Aktivitas legislasi yang melibatkan DPR dan Pemerintah, dalam dua bulan lebih di masa pandemi ini, sayangnya justru melahirkan sejumlah polemik dan anomali di tengah publik. Pembahasan serta pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) di parlemen justru memantik kontroversi.
Persoalan mendasar dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengenai partisipasi masyarakat menjadi bias.
Terlebih di situasi pandemi seperti saat ini, dimana aktivitas warga negara menjadi sangat terbatas.
Setidaknya terdapat RUU yang telah disahkan menjadi UU selama masa pandemi Covid-19 ini yakni perubahan UU 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang telah disahkan pada 12 Mei 2020 lalu.