Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca Kasus Setnov, KPK Diminta Usut Pidana Lain pada Nurhadi

Kompas.com - 05/06/2020, 16:42 WIB
Ardito Ramadhan,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik pernyataan Ketua KPK Bahuri yang menyebut penyidik KPK masih fokus menangani perkara suap dan gratifikasi yang menjerat eks Sekretaris MA Nurhadi.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, alasan tersebut tidak dapat menjadi dalih bagi KPK untuk tidak segera mengusut dugaan tindak pidana lainnya, yakni perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

"Firli mengatakan bahwa kita fokus dulu ke kasus utamananya dan setelah kasus utamanya selesai baru kita masuk ke isu obstruction of justice. Ini kan statement yang lagi-lagi keliru," kata Kurnia dalam sebuah diskusi, Jumat (5/6/2020).

Baca juga: KPK Diminta Jerat Nurhadi dengan Pasal Pencucian Uang

Kurnia menuturkan, KPK semestinya dapat segera menindak dugaan obstruction of justice tersebut mengingat KPK mempunyai penyidik yang jumlahnya tidak sedikit.

"Dan tidak ada persyaratan untuk menindak obstruction of justice harus menunggu tindak pidana korupsinya ini selesai," kata Kurnia.

Ia pun mencontohkan kasus mantan Ketua DPR Setya Novanto di mana KPK segera menjerat pengacara Novanto, Friedrich Yunadi dengan pasal perintangan penyidikan karena telah merekayasa kecelakaan yang melibatkan Novanto.

Baca juga: KPK Fokus Tangani Perkara Pokok Nurhadi, Bagaimana soal TPPU?

Kurnia pun mengingatkan bahwa KPK mesti segera mengembangkan kasus yang menjerat Nurhadi tersebut. Tidak hanya dengan pasal perintangan penyidikan, tetapi juga pasal pencucian uang.

"Kami berharap KPK tidak terlalu larut dalam euforia penangkapan Nurhadi. karena permainan sebenernya baru dimulai," kata Kurnia.

Sebelumnya, Firli menyebut KPK tengah fokus menangani perkara pokok yang menjerat eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

"Kita sekarang fokus dengan kasus utama, yaitu saudara NHD menerima hadiah janji berupa gratifikasi. Jadi itu yang kita kerjakan, itu yang pertama," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (4/6/2020), seperti dikutip dari ANTARA.

Baca juga: KPK Didesak Bongkar Jejak Pelarian Nurhadi

Hal itu disampaikan Filri saat ditanya soal kapan KPK akan mulai mengusut dugaan perintangan penyidikan terkait pelarian Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.

Diketahui, Nurhadi, Rezky, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.

Nurhadi dan Rezky yang sempat buron ditangkap KPK pada Senin (1/6/2020) lalu sedangkan Hiendra masih diburu KPK.

Baca juga: Bambang Widjojanto: Kasus Nurhadi Jadi Momen Bersih-bersih dan Bongkar Mafia Peradilan

Dalam kasus tersebut, Nurhadi melalui Rezky diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.

Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Dalam perkara PT MIT vs PT KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com