JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto menilai, penangkapan eks Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi dapat menjadi momen perbaikan di sektor peradilan.
Pria yang akrab disapa BW itu pun mendorong Ketua MA yang baru, Syarifuddin memanfaatkan momentum tersebut untuk membersihkan lembaga yang dipimpinnya.
"Ini saatnya sebenarnya, Alhamdulillah kita punya pimpinan Mahkamah Agung yang baru, Pak Syafruddin, ini sebenarnya kalau dia mau ini adalah momentum untuk melakukan bersih-bersih," kata BW dalam sebuah diskusi, Jumat (5/6/2020).
Baca juga: KPK Didesak Bongkar Jejak Pelarian Nurhadi
BW mengatakan, upaya bersih-bersih itu mesti dilakukan karena ia menduga Nurhadi punya jaringan yang cukup kuat di Mahkamah Agung untuk melakukan korupsi.
"Korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, ada tiga levelnya. Pertama, dia biasanya punya messenger, nah messenger-nya itu sebagiannya pasti ada dalam sistem di dalam MA," ujar BW.
Kemudian, BW menyinggung jabatan Nurhadi sebagai Sekjen MA yang disebutnya menjadi pintu masuk bagi setiap pihak untuk berkomunikasi dengan MA.
BW pun menyebut Nurhadi dapat mengelola berbagai kepentingan orang-orang yang bersengketa di MA dan transaksi suap biasanya terjadi pada titik tersebut.
"Jadi artinya kita bisa membongkar kasus itu jauh lebih dahsyat lagi, dari sekadar kasus ecek-ecek yang Rp 46 miliar itu karena dari titik itu kasus ini bisa di-profile jauh lebih besar lagi," kata BW.
Senada dengan BW, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai, kasus Nurhadi ini merupakan pintu masuk untuk membongkar mafia peradilan di Indonesia.
"Kalau mau bongkar mafia peradilan di Indonesia, bongkarlah kasus Nurhadi ini meskipun ada kompetitornya juga Nurhadi, ada mafia-mafia peradilan di tempat lain, kelasnya kelas lebih kecil.
Baca juga: KPK Fokus Tangani Perkara Pokok Nurhadi, Bagaimana soal TPPU?
Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.
Nurhadi dan Rezky yang sempat buron ditangkap KPK pada Senin (1/6/2020), sedangkan Hiendra masih diburu KPK.
Dalam kasus tersebut, Nurhadi melalui Rezky diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.
Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Dalam perkara PT MIT vs PT KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.