Menurutnya, peristiwa itu merupakan pukulan bagi demokrasi Indonesia.
"Teror dan ancaman ini bukan hanya pukulan berat bagi pecinta demokrasi, tapi bisa dianggap potret yang sangat memilukan dan memalukan wajah Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis," ucap Didik.
Karena itu, ia mengatakan, penegakan hukum terhadap pelaku teror mutlak dilakukan.
Didik mendorong agar Polri segera bertindak dan mengungkap kasus teror itu secara transparan.
"Saya meminta agar Polri segera merealisasikan secara serius secara transparan, profesional, akuntabel agar masyarakat bisa mengetahui secara utuh keseriusan Polri tersebut," tuturnya.
Baca juga: Diteror karena Jadi Pembicara Diskusi CLS UGM, Guru Besar UII Yogya Lapor Polisi
Bertalian dengan itu, Didik pun meminta para pihak yang terlibat dalam diskusi akademik kooperatif membantu kerja polisi.
"Saya berharap sahabat-sahabat UGM yang mendapatkan teror dan ancaman untuk bisa membantu Polri untuk mengungkap dengan tuntas kejadian yang sangat memalukan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis," ujar Didik.
Bukan kasus teror pertama
Sebelum kasus teror ini mencuat, publik juga sempat dikejutkan dengan penangkapan aktivis Ravio Patra pada akhir April lalu.
Ravio ditangkap anggota Polda Metro Jaya atas dugaan penyebaran berita onar yang menghasut pada tindak kekerasan dan kebencian, Rabu (22/4/2020) malam.
Kendati demikian, akun WhatsApp milik Ravio saat itu dikabarkan telah diretas.
Baca juga: Polisi Selidiki Laporan Peretasan Akun WhatsApp Aktivis Ravio Patra
Menurut polisi, Ravio dibawa ke Mapolda Metro Jaya untuk diminta klarifikasi terkait penyebaran konten bernada provokatif yang diduga dikirim melalui nomor WhatsAppnya itu.
Ia kemudian dipulangkan pada Jumat (24/4/2020) dengan status sebagai saksi.
Anggota tim advokasi Amnesty International Indonesia Aldo Kaligis menilai penangkapan terhadap aktivis Ravio menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.
Aldo mengatakan seharusnya polisi lebih jeli dan tidak sembarangan menangkap seseorang.