Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Terlalu Paksakan Penerapan "New Normal"

Kompas.com - 30/05/2020, 12:20 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FHUI) menilai pemerintah terlalu memaksakan penerapan tatanan kenormalan baru atau new normal.

Ketua PSHTN FHUI, Mustafa Fakhri, mengatakan pemerintah tidak memiliki kebijakan yang jelas dalam penanganan dan pengendalian Covid-19.

"Menurut saya ini bukan hanya prematur, tapi 'bayi new normal' ini sama saja dengan bayi sungsang yang dipaksakan harus lahir," kata Fakhri saat dihubungi, Sabtu (30/5/2020).

Baca juga: Kemendagri Minta Daerah Sosialisasikan Persiapan New Normal

Ia menuturkan, hingga saat ini pemerintah belum mencabut peraturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang merujuk pada UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Selain itu, Keputusan Presiden Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) juga masih berlaku.

"Sebelumnya kan ada PSBB yang berdasar pada UU Kekarantinaan Kesehatan. Lalu di-declare oleh presiden, Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam," ucapnya.

"Kedua policy tersebut belum dicabut, sekonyong-konyong ada new normal," imbuh Fakhri.

Baca juga: Sambangi Menko Airlangga, Satgas Lawan Covid-19 DPR: Persiapan New Normal Dekati Sempurna

Menurut Fakhri, kenormalan baru dapat disusun dan diterapkan pemerintah ketika tidak ada lagi penambahan kasus positif baru Covid-19. Itu pun dengan catatan bahwa penerapan kelaziman baru harus dilakukan secara hati-hati.

Ia kemudian mencontohkan kebijakan kenormalan baru di Korea Selatan yang melahirkan gelombang baru Covid-19.

"Macam di Korsel, yang katanya sudah tidak ada kasus, tapi ketika diterapkan new normal, langsung ribuan yang harus isolasi mandiri dan beberapa korban baru positif Covid-19," kata Fakhri.

Baca juga: Menuju Era “New Normal” di Tangan TNI-Polri

Fakhri mengakui bahwa sejumlah wilayah, seperti DKI Jakarta, mulai menunjukkan kurva kasus baru Covid-19 melandai.

Namun, ia berpandangan masih terlalu dini untuk menganggap hal itu sebagai tanda untuk menerapkan kebijakan kelaziman baru.

Sebab, penambahan kasus baru Covid-19 di DKI Jakarta masih terus ada.

Selain itu, masih banyak daerah lain yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius.

"Daerah luar Jakarta, macam Surabaya, masih mengkhawatirkan. Karena itu, pemerintah pusat seharusnya jauh lebih serius menangani perkara ini. Jangann buat policy yang saling bertabrakan satu sama lain," tegasnya.

New normal disiapkan di 4 provinsi

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut persiapan menuju new normal atau tatanan kehidupan baru saat ini baru diterapkan di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota.

Kebijakan ini bisa diperluas jika dirasa efektif untuk membuat masyarakat produktif serta tetap aman dari virus corona.

"Ini akan kita lihat dalam satu minggu dampaknya seperti apa, kemudian akan kita lebarkan ke provinsi, kabupaten/kota lain apabila dirasa terdapat perbaikan yang signifikan" kata Jokowi usai meninjau kesiapan prosedur new normal di Mal Summarecon Bekasi, Selasa (26/5/2020).

Baca juga: Jokowi Instruksikan Sosialisasi New Normal secara Masif

Empat provinsi yang mulai melakukan persiapan menuju new normal ini yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Gorontalo.

Persiapan dilakukan dengan menerjunkan personel TNI/Polri di tempat umum atau keramaian. 

Syarat terapkan new normal sudah dipenuhi?

Salah satu aspek yang diukur bagi daerah untuk dapat menerapkan aktivitas sosial ekonomi pada era kenormalan baru adalah surveilans kesehatan masyarakat.

Salah satu indikator yang menunjukkan baiknya surveilans kesehatan masyarakat yakni jumlah pemeriksaan spesimen Covid-19 yang meningkat dan diikuti dengan berkurangnya kasus positif Covid-19.

"Giliran kenaikan pemeriksaannya naik, yang positifnya harus kecil, di bawah lima persen,” ujar Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Covid-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers BNPB, Selasa (26/5/2020).

Baca juga: Seluruh Protokol Kesehatan Harus Ditegakkan Saat Memasuki New Normal

Aspek berikutnya yakni pelayanan kesehatan.

Indikatornya antara lain, jumlah ketersediaan tempat tidur untuk kasus positif baru di rumah sakit, alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis di rumah sakit, serta ventilator.

Kemudian, gambaran epidemiologi di suatu wilayah. Salah satu indikatornya adalah jika kasus positif Covid-19 turun 50 persen selama dua pekan berturut-turut.

Selain penurunan kasus positif, jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) juga harus turun selama dua pekan sejak puncak terakhir.

Lalu, jumlah pasien yang sembuh dan jumlah ODP dan PDP yang telah selesai dipantau juga harus meningkat.

Sementara, jumlah pasien meninggal dari kasus positif juga harus menurun walaupun tidak ada target angka penurunannya.

Baca juga: New Normal Bukan Sekadar Membuka Ruang Publik, Begini Kata Ahli

 

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengingatkan pemerintah bahwa pembukaan fasilitas menuju kenormalan baru harus dilakukan bertahap.

"Tanpa tahapan, nanti seperti dibuka bersama dari tahap pertama, ya kurang bijaksana dan lebih baik bertahap, kemudian di evaluasi lagi, bertahap dievaluasi lagi," kata Pandu, Rabu (27/5/2020).

Selain bertahap, pembukaan kembali suatu kota yang terdampak Covid-19 atau pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) harus memperhatikan beberapa indikator, seperti peningkatan kapasitas tes dan contact tracing serta peningkatan kesadaran menjaga kesehatan diri.

Baca juga: Kepala Bappenas Sebut Syarat New Normal Tak Hanya Turunnya Penularan Covid-19

Kemudian, berkurangnya jumlah kasus suspect dan kematian yang diduga akibat Covid-19 dalam kurun waktu paling sedikit 14 hari.

Selanjutnya, peningkatan kapasitas ICU, tenaga kesehatan, dan jumlah alat pelindung diri (APD) yang memadai.

Pandu juga mengingatkan kemungkinan terjadinya gelombang kedua wabah virus corona. Ia meminta pemerintah mengantisipasi kemungkinan tersebut.

"Yang kita khawatirkan ada lonjakan. Jadi harus siaplah. Kalau mau dibuka boleh, tapi harus ada penilaian apakah sudah memenuhi syarat belum," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com