Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis 20 Bulan Penjara untuk Penyuap Wahyu Setiawan...

Kompas.com - 29/05/2020, 12:11 WIB
Sania Mashabi,
Krisiandi

Tim Redaksi

"Vonis rendah terhadap Saeful Bahri sebenarnya juga tidak bisa dilepaskan dari kerja penuntutan KPK yang terlihat menganggap enteng perkara ini," tuturnya.

Menurut Kurnia, vonis itu menjadi bukti bahwa KPK di masa kepemimpinan Firli Bahuri telah melunak pada para koruptor.

Harus jadi perhatian MA

Kurnia pun mengingatkan agar Mahkamah Agung (MA) agar lebih fokus pada pembenahan tindakan pemberian vonis ringan dalam perkara pidana korupsi.

"Selain itu, vonis-vonis ringan dalam perkara korupsi ini pun semestinya menjadi fokus bagi Ketua Mahkamah Agung yang baru,"

Ia menjelaskan, pemberian vonis ringan akan sulit memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi.

Oleh karena itu, ICW berharap MA lebih fokus lagi memperhatikan dan melakukan pembenahan terhadap pemberian vonis di kasus korupsi.

Baca juga: Soal Pemberian Vonis Rendah Kasus Korupsi, ICW: Harusnya Jadi Perhatian Ketua MA

"Sebab, bagaimana mungkin tercipta efek jera yang maksimal bagi pelaku korupsi jika hukumannya saja masih rendah," ujarnya.

"Maka dari itu diperlukan komitmen yang tegas dari Ketua Mahkamah Agung untuk membenahi persoalan ini," ungkap Kurnia.

Lembaga penafsir

Di sisi lain, pengacara Saeful, Simeon Petrus menilai, ICW tidak memahami sepenuhnya peristiwa yang terjadi dalam kasus kliennya.

Menurut dia, dalam kasus ini Saeful merupakan korban pemerasan oleh Wahyu Setiawan.

"Karena sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan sesungguhnya Saeful Bahri ini adalah korban penipuan dan atau pemerasan yang dilakukan oleh Wahyu Setiawan yang dalam aksinya tersebut menggunakan jabatannya sebagai komisioner KPU," kata Petrus pada Kompas.com, Kamis (29/5/2020).

Ia mengatakan, Wahyu menjadikan KPU sebagai lembaga penafsir putusan MA dan fatwa MA.

Kemudian tafsiran tersebut digunakan sebagai dasar untuk meminta sejumlah uang kepada Harun Masiku melalui Agustiani Tio Fridellina dan Saeful Bahri.

Baca juga: Eks Anak Buah Hasto di PDI Perjuangan Divonis 1 Tahun 8 Bulan Penjara

"Bahkan setelah KPU memutuskan untuk menolak permohonan tersebut pada tanggal 7 januari 2020, Wahyu Setiawan dengan menggunakan jabatannya sebagai Komisioner KPU masih meminta uang 50 juta kepada Agustiani Tio Fridelina pada tanggal 8 Januari 2020," ujarnya.

Petrus pun mengingatkan bahwa penetapan vonis harus dilakukan berdasarkan fakta yang ada dalam persidangan. Serta bukan karena faktor lain di luar persidangan.

"Prinsip hukum bahwa siapapun dapat dihukum karena tingkat kesalahannya sesuai fakta-fakta yang secara materiil dibuktikan dalam persidangan, bukan dihukum hanya karena kita ingin memberantas korupsi,' ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com