"Vonis rendah terhadap Saeful Bahri sebenarnya juga tidak bisa dilepaskan dari kerja penuntutan KPK yang terlihat menganggap enteng perkara ini," tuturnya.
Menurut Kurnia, vonis itu menjadi bukti bahwa KPK di masa kepemimpinan Firli Bahuri telah melunak pada para koruptor.
Kurnia pun mengingatkan agar Mahkamah Agung (MA) agar lebih fokus pada pembenahan tindakan pemberian vonis ringan dalam perkara pidana korupsi.
"Selain itu, vonis-vonis ringan dalam perkara korupsi ini pun semestinya menjadi fokus bagi Ketua Mahkamah Agung yang baru,"
Ia menjelaskan, pemberian vonis ringan akan sulit memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi.
Oleh karena itu, ICW berharap MA lebih fokus lagi memperhatikan dan melakukan pembenahan terhadap pemberian vonis di kasus korupsi.
Baca juga: Soal Pemberian Vonis Rendah Kasus Korupsi, ICW: Harusnya Jadi Perhatian Ketua MA
"Sebab, bagaimana mungkin tercipta efek jera yang maksimal bagi pelaku korupsi jika hukumannya saja masih rendah," ujarnya.
"Maka dari itu diperlukan komitmen yang tegas dari Ketua Mahkamah Agung untuk membenahi persoalan ini," ungkap Kurnia.
Di sisi lain, pengacara Saeful, Simeon Petrus menilai, ICW tidak memahami sepenuhnya peristiwa yang terjadi dalam kasus kliennya.
Menurut dia, dalam kasus ini Saeful merupakan korban pemerasan oleh Wahyu Setiawan.
"Karena sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan sesungguhnya Saeful Bahri ini adalah korban penipuan dan atau pemerasan yang dilakukan oleh Wahyu Setiawan yang dalam aksinya tersebut menggunakan jabatannya sebagai komisioner KPU," kata Petrus pada Kompas.com, Kamis (29/5/2020).
Ia mengatakan, Wahyu menjadikan KPU sebagai lembaga penafsir putusan MA dan fatwa MA.
Kemudian tafsiran tersebut digunakan sebagai dasar untuk meminta sejumlah uang kepada Harun Masiku melalui Agustiani Tio Fridellina dan Saeful Bahri.
Baca juga: Eks Anak Buah Hasto di PDI Perjuangan Divonis 1 Tahun 8 Bulan Penjara
"Bahkan setelah KPU memutuskan untuk menolak permohonan tersebut pada tanggal 7 januari 2020, Wahyu Setiawan dengan menggunakan jabatannya sebagai Komisioner KPU masih meminta uang 50 juta kepada Agustiani Tio Fridelina pada tanggal 8 Januari 2020," ujarnya.
Petrus pun mengingatkan bahwa penetapan vonis harus dilakukan berdasarkan fakta yang ada dalam persidangan. Serta bukan karena faktor lain di luar persidangan.
"Prinsip hukum bahwa siapapun dapat dihukum karena tingkat kesalahannya sesuai fakta-fakta yang secara materiil dibuktikan dalam persidangan, bukan dihukum hanya karena kita ingin memberantas korupsi,' ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.