JAKARTA, KOMPAS.com - Tim hukum dari Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melaporkan kabar bohong atau hoaks terkait penolakan rapid test Covid-19 ke Bareskrim Polri, Kamis (28/5/2020).
Ketua tim hukum, Ikhsan Abdullah mengatakan, laporan dilayangkan agar pelaku bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
“Laporan ini dimaksudkan agar pelakunya dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dan tidak ada lagi orang atau sekelompok orang yang mengatasnamakan MUI untuk melakukan kejahatan dan upaya-upaya adu domba,” ungkap Ikhsan melalui keterangan tertulis, Kamis.
Baca juga: [HOAKS] MUI Keluarkan Surat Imbauan Penolakan Rapid Test Covid-19
Laporan tersebut telah diterima pihak kepolisian dan terdaftar dengan nomor LP/B/0278/V/2020/BARESKRIM tertanggal 28 Mei 2020.
Ikhsan menegaskan bahwa informasi yang beredar tersebut tidak benar.
MUI pun telah mengeluarkan klarifikasi yang tertuang dalam surat keputusan bernomor Kep-1185/DP-MUI/V/2020 tanggal 25 Mei 2020.
“Pada intinya bahwa pemberitaaan tersebut adalah bohong dan tidak benar sama sekali (hoaks) yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya.
Baca juga: MUI Pastikan Imbauan Penolakan Rapid Test Covid-19 adalah Hoaks
Menurut Ikhsan, hoaks tersebut telah meresahkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 serta berpotensi menganggu dan memecah-belah umat.
Saat ini, seluruh masyarakat dan pemerintah seharusnya bersatu dalam menanggulangi pandemi ini.
“Justru tersebar hoaks dan fitnah dengan berita bohong seakan-akan MUI membuat pemberitahuan kepada MUI seluruh provinsi untuk menolak rapid test,” ujar dia.
“Padahal justru rapid test diharapkan dapat dilaksanakan secara masal demi mendeteksi lebih dini penyebaran virus corona,” imbuh dia.
Baca juga: Soal Pembukaan Tempat Ibadah dan New Normal, Ini Tanggapan MUI
Dugaan tindak pidana yang dilaporkan terkait kebencian atau permusuhan individu dan/atau antargolongan dan penyebaran hoaks melalui media elektronik.
Pasal yang dituduhkan terdiri dari Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 14 ayat (1) dan 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dalam hoaks yang beredar, MUI pusat meminta perwakilannya di provinsi, kabupaten, dan kota agar waspada terhadap pelaksanaan rapid test Covid-19.
Menurut informasi hoaks tersebut, rapid test merupakan modus operasi Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk para tokoh agama Islam.
Sedangkan partai tersebut sudah sejak lama dinyatakan bubar.
Baca juga: MUI: Umat Islam yang Tinggal di Kawasan Covid-19 Terkendali Wajib Shalat Jumat
Kemudian, apabila seseorang mengikuti rapid test, hasilnya akan dinyatakan positif dan dikarantina.
Dalam proses pemulihan, orang yang bersangkutan akan disuntik dengan racun, lalu meninggal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.